Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukanlah tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) semata tapi seluruh warga negara Indonesia. Bahkan Bank Indonesia (BI), yang merupakan lembaga negara independen yang membidangi sistem pembayaran dan kebijakan moneter juga wajib menjaga kedaulatan NKRI.
Namun, caranya yang berbeda terkadang masyarakat tidak menyadari bahwa BI juga berperan penting dalam menjaga kedaulatan NKRI. Ternyata selain bertugas menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, BI juga memiliki tanggung jawab mendistribusikan mata uang "Garuda" ini ke berbagai penjuru dan pelosok Indonesia.
Hadirnya Rupiah hingga serambi terdepan Indonesia inilah sebagai wujud nyata BI dalam menjaga kedaulatan NKRI, pasalnya Rupiah merupakan simbol kedaulatan NKRI. Karena itu, penggunaan mata uang dalam setiap transaksi di wilayah NKRI mutlak bagi setiap penduduk. Hanya dengan kondisi ini Rupiah dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Dengan hadirnya simbol kedaulatan NKRI di tiap daerah bahkan daerah terpencil dan perbatasan negara ini menjadi bukti bahwa wilayah tersebut adalah wilayah NKRI yang berdaulat. Selain itu, kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah akan berdampak pada kepercayaan masyarakat internasional terhadap Rupiah dan perekonomian nasional.
Namun lagi-lagi, tugas mengedarkan Rupiah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak tantangan yang harus dihadapi BI agar Rupiah sampai ke tangan penduduk di daerah terpencil dan perbatasan Indonesia.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi mengatakan, tantangan yang dihadapi oleh BI untuk pendistribusian uang ke seluruh lapisan masyarakat khususnya di daerah terpencil dan perbatasan antara lain luasnya wilayah NKRI, demografi masyarakat Indonesia yang besar dan sangat beragam, dan keterbatasan infrastruktur baik jalan maupun moda transportasi.
"Dengan tantangan tersebut di atas, maka hampir seluruh wilayah terpencil dan perbatasan relatif sulit dijangkau oleh layanan kas BI," ujar Suhaedi kepada Warta Ekonomi di sela acara FGD tentang Penerbitan Uang NKRI 2016 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dengan berbagai tantangan tersebut, tentu tidak sedikit biaya dan waktu yang dikeluarkan BI dalam mendistribusikan uang ke daerah terpencil dan pelosok. Apalagi kebutuhan uang kartal di daerah tersebut sangat sedikit bila ketimbang daerah perkotaan. Jadi sudah biaya besar, sulit dijangkau tapi kebutuhannya hanya sedikit.
Sekadar catatan, posisi uang kartal yang diedarkan (UYD) pada akhir November 2016 mencapai Rp567,4 triliun atau meningkat 7,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp526,6 triliun. Sementara biaya cetak dan distribusi uang ke seluruh nusantara, BI menggelontorkan Rp3,5 triliun setiap tahunnya.
Dari total itu, sebanyak 80% kebutuhan uang kartal didominasi wilayah Jabodetabek, Jawa dan Sumatera yang masing-masing menyerap 29%, 31% dan 20%. "Berdasarkan data yang dimiliki oleh BI, kebutuhan uang kartal sebagian besar berada di wilayah Jabodetabek, Jawa dan Sumatera yang notabene adalah kota besar sehingga kebutuhan akan uang sebagai alat transaksi dan alat pembayaran cukup besar," sebut Suhaedi.
Tantangan lain, kadang keberadaan mata uang "Garuda" ini kalah pamor dengan ringgit, mata uang negeri jiran Malaysia. Pada sejumlah daerah perbatasan, seperti di Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara, masih kerap terdengar kisah mata uang tetangga lebih banyak digunakan ketimbang rupiah. Padahal, para penggunanya tak lain dan tak bukan merupakan warga negara Indonesia.
Akan tetapi, lantaran satu dan hal-hal lain, mereka lebih memilih mata uang lain sebagai alat transaksi. Keberadaan mata uang tetangga yang lebih banyak digunakan di Indonesia jelas menjadi persoalan besar. Peredaran mata uang di suatu daerah, khususnya di perbatasan, bisa menunjukkan apakah daerah tersebut masuk ke dalam kawasan Indonesia atau negara tetangga. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan daerah tersebut bisa diakuisisi negara tetangga sesuai syarat de facto.
Oleh sebab itu, demi simbol kedaulatan NKRI, BI berkomitmen selalu berusaha untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan dengan berbagai terobosan untuk melayani masyarakat di wilayah tersebut.
"Sebagai contoh, BI telah melakukan kerjasama dengan perusahaan transportasi perintis misal kapal laut/sungai dan pesawat terbang untuk melakukan layanan kas di daerah tersebut. Selain itu, BI juga bekerja sama dengan TNI AL dan Polair dalam mendistribusikan uang di daerah terpencil dan perbatasan.Kegiatan tersebut dilakukan untuk wilayah yang sulit dijangkau misalnya di pedalaman Papua, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sumatera dan Nusa Tenggara," jelas Suhaedi.
Untuk daerah terpencil dan perbatasan, BI senantiasa berupaya untuk meningkatkan layanannya dalam penyediaan uang Rupiah di seluruh wilayah NKRI. Penyediaan uang Rupiah dilaksanakan BI terdistribusi pada 42 Kantor Perwakilan BI di seluruh NKRI. Proses transmisinya dilakukan melalui jaringan perbankan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Upaya untuk menyebarkan uang layak edar (ULE) ke seluruh masyarakat khususnya di daerah terpencil dan perbatasan dilakukan dengan layanan kas titipan bekerjasama dengan perbankan. BI juga melakukan kas keliling untuk wilayah terpencil dan perbatasan NKRI baik yang dilakukan sendiri oleh BI maupun dengan bekerja sama dengan pihak lain misalnya TNI AL," ungkap Suhaedi.
PERLUAS JARINGAN KAS TITIPAN
Demi memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup dengan jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu serta dengan kualitas uang yang layak edar di seluruh wilayah NKRI, BI menjalankan sebuah program strategis yakni Centralized Cash Network Planning (CCNP).
Salah satu tujuan dari program tersebut di antaranya melakukan peningkatan coverage jaringan distribusi BI terutama ke daerah terpencil dan perbatasan bekerja sama dengan perbankan melalui pembukaan kas titipan yang sampai dengan tahun 2018 ditargetkan berjumlah 107 kas titipan.
Suhaedi menuturkan, pada tahun 2017, pihaknya berencana akan membuka tambahan 35 kas titipan untuk seluruh wilayah NKRI di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara.
"Rinciannya, wilayah Sumatera di Manna, Liwa (Lampung Barat), Takengon, Baturaja, Kabanjahe, Aceh Singkil, Muko-muko, Kuala Tungkal, Kep. Meranti, dan Musi Banyuasin (Sekayu). Sedangkan wilayah Jawa di Kebumen, Subang, Pati, Pekalongan, Bojonegoro, Madiun di Cilacap," tandas Suhaedi.
Sementara untuk wilayah Kalimantan, BI akan membuka kas titipan di Buntok (Barito Selatan), Putusibau, Kandangan, Lamandau (Nanga Bulik), Murung Raya (Purukcahu), Malinau. Wilayah Sulawesi di Nusra, Maluku dan wilayah Papua di Pohuwatu, Labuha, Sumbawa, Wamena, Polewali Mandar, Poso, Maluku Tenggara Barat (Saumlaki), Alor (Kalabahi), Nabire, Pasang Kayu, Bone serta Parigi Moutong.
"Beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam rencana pembukaan tambahan kas titipan di daerah tersebut antara lain perkembangan perekonomian daerah tersebut, kondisi keuangan dan perbankan setempat, karakteristik geografi dan demografi wilayah tersebut, serta infrastruktur dan sarana/prasarana pendukung yang tersedia," ucap Suhaedi.
Melalui program ini BI berharap jangkauan layanan kas dapat tersebar merata di seluruh wilayah NKRI, sehingga Rupiah dapat berdaulat di negeri sendiri hingga seluruh pelosok dan serambi nusantara.
Selain itu juga untuk memastikan setiap warga negara menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi pemmbayarannya yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: