Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AKI 2025 Jadi Penguat Pelaku Budaya Jaga dan Wariskan Tradisi

AKI 2025 Jadi Penguat Pelaku Budaya Jaga dan Wariskan Tradisi Kredit Foto: Anugerah Kebudayaan Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 dinilai menjadi penguat bagi para pelaku budaya untuk terus menjaga, mengembangkan, dan mewariskan tradisi kepada generasi berikutnya.

Yusri Saleh, penerima AKI 2025 kategori Pelopor dan/atau Pembaru, menilai anugerah tersebut sebagai bentuk pengakuan negara atas perjalanan panjangnya berkarya di bidang seni tari tradisi.

“Setelah 25 tahun saya berkarya dengan Ratoh Jaroe, anugerah ini menjadi pencapaian yang sangat berarti. Sekaligus menjadi tantangan baru bagi saya untuk membawa Ratoh Jaroe berkembang lebih jauh dengan tetap menjaga nilai-nilai dasarnya,” ujar Yusri.

Menurut Yusri, Ratoh Jaroe tidak hanya diposisikan sebagai karya seni pertunjukan, tetapi juga sebagai media pendidikan budaya, khususnya bagi generasi muda. Tarian tersebut berakar kuat pada nilai-nilai budaya Aceh serta karakter Islami yang melekat dalam setiap gerakannya.

“Tantangan terbesar adalah menjaga ruh tradisi dan nilai syariatnya, sekaligus membuat tarian ini tetap relevan bagi anak-anak muda, terutama pelajar SMP dan SMA,” katanya.

Ia menilai kehadiran negara melalui AKI memiliki peran penting dalam memastikan keberlanjutan seni tradisi di tengah dinamika zaman.

“Dengan adanya AKI, para seniman merasa diperhatikan. Negara punya andil besar agar kerja-kerja kebudayaan terus berjalan dan tidak terputus,” ungkapnya.

Sementara itu, Uswatun Hasanah, penerima AKI 2025 kategori Pelestari, mengapresiasi anugerah tersebut sebagai bentuk pengakuan atas upaya panjangnya menjaga Batik Tulis Tenun Gedhog, tradisi tekstil langka yang berasal dari Tuban, Jawa Timur.

Sejak kecil, Uswatun telah akrab dengan dunia tenun dan batik. Ia merupakan generasi kelima pembuat tenun gedhog dalam keluarganya dan mulai memintal kapas sejak usia tujuh tahun. Pengetahuan tersebut diwariskan secara turun-temurun melalui praktik sehari-hari, ritual, serta penggunaan pewarna alam.

“Di masa remaja, kegiatan memintal, menenun, dan membatik sempat hampir hilang. Karena itu pada tahun 1993 saya membuka sanggar agar tradisi ini bisa hidup kembali dan dikenal oleh anak-anak serta remaja,” tuturnya.

Upaya pelestarian tersebut tidak selalu berjalan mudah. Namun, Uswatun menilai penghargaan AKI 2025 menjadi penyemangat baru untuk terus melangkah. Anugerah tersebut membuatnya yakin bahwa upaya melestarikan tenun gedhog tidak sia-sia.

Menurutnya, penghargaan tersebut menjadi dorongan untuk terus memperkenalkan batik tulis tenun gedhog agar tidak punah serta memberikan manfaat ekonomi bagi para perajinnya. Ia juga menilai dukungan Kementerian Kebudayaan sangat dirasakan oleh pelaku budaya di daerah.

“Perhatian dan dukungan yang diberikan, termasuk melalui pameran dan ruang apresiasi, sangat membantu kami untuk memperluas jangkauan pengenalan tenun gedhog,” ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: