Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Semester I 2016, Tingkat Polusi Udara Jakarta 4,5 Kali dari Ambang Batas

        Semester I 2016, Tingkat Polusi Udara Jakarta 4,5 Kali dari Ambang Batas Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kota DKI Jakarta dinilai perlu memilih jalur penggunaan energi bersih terbarukan karena ibukota Republik Indonesia tersebut dinilai memiliki salah satu tingkat polusi udara yang cukup berbahaya.

        Siaran pers Greenpeace Indonesia yang diterima di Jakarta, Jumat (16/12/2016), menyebutkan pada semester pertama 2016, tingkat polusi udara Jakarta sangat mengkhawatirkan yaitu berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan tiga kali lebih besar dari standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.

        Seperti diketahui bahwa polusi udara dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti kanker, penyakit kardiovaskular dan pernapasan, khususnya bagi kelompok masyarakat yang rentan seperti anak-anak dan penduduk usia lanjut.

        Sumber utama dari polusi udara adalah sektor energi, baik itu dari sektor transport dan pembangkit listrik. Energi bersih dan terbarukan sudah dikembangkan secara masif di negara-negara lain, implementasi paling efektif terjadi di skala kota dan daerah.

        Dengan demikian, Jakarta seharusnya menjadi kota ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia.

        Sangat penting untuk Jakarta memiliki sistem pengawasan kualitas udara secara reguler dan menetapkan target serta langkah yang ambisius untuk mengurangi polusi udara dalam jangka waktu tertentu, yang paling tidak harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh WHO.

        Kemudian dalam jangka waktu bertahap, peningkatan fasilitas transportasi massal yang bertenaga listrik perlu diwujudkan. Inisiasi penggunaan tenaga surya untuk bangunan publik, pusat perbelanjaan dan di rumah-rumah penduduk juga harus didukung dengan skema finansial dari pemerintah daerah, dan sangat diharapkan BUMD dapat menjadi pemain kunci pengembangan energi terbarukan di Jakarta.

        Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Greenpeace untuk menangani masalah polusi udara ini adalah penanganan di sektor pembangkit, karena Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil.

        Sebesar 95 persen penggunaan energi di Indonesia masih berasal dari bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak. Sementara penggunaan energi terbarukan hanya 5 persen dari total bauran energi di Indonesia.

        Data Kementerian ESDM mencatat geothermal atau tenaga panas bumi memiliki potensi hingga 29,5 GW, namun baru termanfaatkan sebesar 1,44 GW (5 persennya).

        Adapun tenaga hidro memiliki potensi hingga 75 GW, namun baru 5,02 GW (7 persen) yang dimanfaatkan untuk PLTA dan PLTM/H.

        Sedangkan potensi bioenergi tercatat sebesar 32,6 GW, dan baru digunakan 1,74 GW (5,3 persen).

        Sementara energi surya atau matahari menyimpan potensi hingga 532,6 GWp dan baru dimanfaatkan sebesar 0,08 GWp (0,01 persen).

        Adapun potensi angin dan laut masing-masing sebesar 113,5 GW dan 18 GW. Akan tetapi, potensi tersebut baru termanfaatkan 6,5 MW (0,01 persen) dan 0,3 MW (0,002 persen). (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Bagikan Artikel: