Kicauan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di akun twitternya menuai kecaman banyak pihak. Awal mulanya ketika Fahri mentweet pada Selasa kemarin yang berbunyi "Anak Bangsa Menjadi Babu di Negeri Orang dan Pekerja Asing Merajalela".
Cuitan Fahri menjadi ramai ketika Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menjawab cuitan tersebut dengan jawaban "Saya anak babu. Ibu saya bekerja menjadi TKI secara terhormat. Tidak mengemis, tidak sakiti orang, tidak curi uang rakyat. Saya bangga pada ibu #maafkanFahribu," cuit Hanif dalam akun resminya @hanifdhakiri.
Menanggapi polemik di medsos tersebut, Timwas TKI di DPR Rieke Diah Pitaloka angkat bicara. Politikus PDIP ini menyatakan bahwa istilah "babu" memang istilah kasar, sekasar nasibnya saat ini. Dia pun meminta agar Hanif Dhakiri tidak terjebak pada persoalan istilah, tetapi harus menyelesaikan persoalan yang terus menimpa para "babu" yang terjadi setiap tahunnya, seperti jaminan hukum dari negara terkait kesejahteraan para "babu" sebab sampai sekarang tidak diakui sebagai pekerja formal.
Dan berikut isi pesan tertulis Rieke Pitaloka yang menengahi sengkarut istilag "babu".
Babu dan Bukan Babu
Kicauan Fahri Hamzah di twitter seperti menyentil kita semua. Sebagian marah dan mengecam. Tapi, mari kita lihat arti kata Babu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: orang yang bekerja sebagai pembantu dalam rumah. Ada babu cuci, babu masak dan sebagainya. Upah terserah yang memberi, jam kerja juga terserah majikan. Tawar-tawaran pun tidak dijamin norma hukum, jadi kalau dilanggar pun tak ada sanksi bagi yang melanggar, bisa diberhentikan kapan saja, tanpa pesangon. Ada majikan yang baik, itu untung-untungan, bukan karena ada perlindungan hukum yang memperlihatkan kehadiran negara.
Memang ada konotasi yang terkesan kasar dari kata babu.
Tapi itulah kenyataannya, hidup jadi begitu kasar dan keras bagi mereka yang jadi babu dan diperlakukan sebagai babu, bukan pekerja. Saya kira sudah saatnya kita tidak terjebak "eufemisme", menghalus-haluskan kata untuk kondisi yang berkebalikan. Menggunakan kata-kata yang sopan untuk menutupi ketidakadilan yang terjadi.
Selama belum diakui sebagai
pekerja formal ya istilah yang tepat memang babu alias pembantu. Nasib tragispun bagi "babu" (maaf bukan bermaksud menghina) terjadi di dalam negeri, klik saja di Google: "Kekerasan terhadap pembantu". Pasti langsung keluar rentetan cerita tragis. Babu alias pembantu rumah tanggal beda arti dengan pekerja rumah tangga. Kalau pembantu yang bantu-bantu di rumah dalam KBBI ya disebutnya memang babu.
Sementara kalau Pekerja Rumah Tangga, harus jelas jenjang pendidikan sebagai pekerja, perjanjian dan kontrak kerja jelas, ada kewajiban sebagai Pekerja yang harus dipenuhi pekerja dan ada hak-hak sebagai Pekerja yang wajib dipenuhi pemberi kerja, seperti upah , one day off, Jaminan sosial dsb
Barangkali yang di Hong Kong cukup baik nasibnya. Karena sistemnya hukumnya cukup baik melindungi TKI yang berprofesi sebagai PEKERJA rumah tangga.
Tapi, coba lihat di negara lain, terutama Timur Tengah dan Malaysia.
Kita tidak bisa menyalahkan negara Penerima TKI, tetapi saatnya kita berjuang bersama memperbaiki sistem hukum yang melindungi TKI. Tidak perlu saling menghujat dan menyalahkan. Kita sama-sama rumuskan yang terbaik, agar negara Penerima TKI pun "tidak main-main" terhadap Pekerja dari Indonesia.
Kalau berjuang bersama pasti perjuangan akan lebih cepat tercapai untuk itu, saya mendesak:
1. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, agar di dalam negeri pun professi yang sama mendapatkan kepastian Perlindungan hukum sebagai pekerja, bukan sebagai babu yang tanpa kejelasan status kerja dan hak-hak pekerja
2. Sahkan Revisi UU Yang mengatur TKI dan harus sejalan dengan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan keluarganya yang telah dirativikasi Indonesia
3. Bongkar perdagangan manusia berkedok pengiriman TKI, agar TKI kita tidak diperlakukan sebagai babu atau bagian budak, tangkap dan adili siapa pun pelaku yang terlibat, kalau ada pejabat yang terlibat pun harus dicopot dari jabatannya dan mendapat sanksi pidana
"Saya dukung penuh Presiden Jokowi untuk terwujudnya Tiga poin di atas!," tegas Rieke.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Vicky Fadil