Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mimi: Perjalanan Usaha Tidak Semanis Rasa Sirup Noerlen

        Mimi: Perjalanan Usaha Tidak Semanis Rasa Sirup Noerlen Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
        Warta Ekonomi, Medan -

        Seperti roda yang berputar, terkadang seseorang berada di posisi atas dan kadang juga jatuh ke posisi bawah. Hal itu yang dirasai oleh Mimi, pemilik sirup Noerlen di Medan, Sumatera Utara.

        Usaha yang digelutinya bukanlah perjalanan usaha yang berjalan mulus tanpa hambatan. Ia pernah mengalami masa yang sulit dalam mendongkrak?penjualan sirup Markisa Noerlen. Usaha yang ia lakoni tidak semanis rasa sirup Markisa Noerlen miliknya.

        Bahan baku yang langka dan mahal menjadi faktor penghambat utama dalam pengembangan bisnisnya. Karena komitmennya menjaga kualitas sirup, ia tetap menggunakan buah markisa asli dan gula murni tanpa pengawet dan tanpa essence buatan.

        Karena kelangkaan buah markisa ini, ia pun sempat mengalami fase?cooling down pada tahun 2013. Kekurangan bahan baku mengharuskan ia menolak permintaan sirup dari pelanggan setia.

        "Tidak tutup, produksi tetap ada tapi tergantung buahnya saja, dan itu pun tidak banyak. Seperti tahun 2012 jelang puasa, order-an luar biasa, sayang buah enggak ada. Petani gagal panen, buah yang sedikit di pasar jadi rebutan. Itulah salah satu kendala usaha yang bertumpu pada faktor alam," katanya kepada Warta Ekonomi?di Medan, beberapa hari lalu.

        Meski begitu, Mimi enggan beralih ke bahan baku alternatif. Ia menegaskan kualitas produk jauh lebih penting daripada?mengejar keuntungan jangka pendek.

        "Saya orangnya fokus sampai produk itu stabil dan eksis baru saya mau pindah ke yang lain. Selama ini Sirup Noerlen punya varian rasa buah lain seperti terong Belanda, tapi itu diproduksi by orderan. Masing-masing entrepreneur punya mindset?dan saya enggak terpengaru dengan yang lain. Saya pertahankan sirup dengan bahan baku yang baik dan murni," katanya.

        Atas dasar prioritas terhadap kualitas produk tersebutlah Sirup Noerlen jauh lebih mahal dibandingkan dengan sirup-sirup lain yang beredar di pasaran. Dari produksinya sekarang, Mimi mendapatkan omzet sekitar Rp40 juta perbulan dan pada saat peak season seperti Hari Raya total pendapatan sebesar Rp60 juta dengan laba bersih 10 persen.

        Selain pengalaman memasuki fase?cooling down karena dipengaruhi kondisi bahan baku. Ia juga pernah mengalami kerugian cukup besar ketika mengikuti salah satu pameran dagang.?Meski demikian, ia menanggapi kerugian tersebut?secara positif sebagai sebuah?riak dalam mengarungi usaha.

        "Itu justru akan menambah pengalaman kita dalam mengasah kemampuan dan kemapanan strategi bisnis," ujarnya yang kini mulai berinovasi dan mencari peluang dengan memanfaatkan buah markisa tidak hanya menjadi sirup.

        "Banyak turunan dari produk markisa ini seperti jus yang bisa diminum langsung dan puding. Saya sedang fokus juga mengembangkan ini, selain biaya produksi yang murah karena tidak memakai terlalu banyak markisa, ini juga lebih gampang dijual," katanya.

        Mimi mengatakan pihaknya juga bekerja sama dengan sebuah travel untuk bisa menyajikan pudingnya sebagai welcome drink. Tamu-tamu yang biasanya dari mancanegara, antusias mendapati sajian baru unik dan segar. Selain itu, ia akan berfokus pada pengembangan one stop shopping?yang akan ia kembangkan di rumah warisan orang tuanya ini.

        "Rencananya kita akan merapikan tempat dengan luas 535 m2 ini menjadi lebih baik dari sekarang. Mungkin akan ada kafe yang bisa memanfaatkan bagasi samping, juga tempat pameran handycraft?yang bisa dibuat di lantai dua. Sejauh ini saya masih optimis Markisa Noerlen bisa bertahan dan berkembang," katanya.

        Untuk pendanaan dalam pengembangan usaha, Mimi mengatakan dirinya pernah menjadi mitra binaan Telkom Sumut dan mendapat pinjamana CSR. Namun hanya berlangsung?singkat, Mimi tidak lagi menggunakan jasa keuangan dari luar.

        "Saya modal sendiri dan saya tidak ingin terbebani dengan pinjaman yang harus saya bayar tiap bulan beserta bunganya sehingga usaha ini dari kecil hingga saat ini tetap saya yakini dengan hasil laba penjualan untuk bisa menjadi modal kembali," ujarnya.

        Dikatakannya, banyak pelaku usaha yang mengandalkan asuransi untuk melindungi usahanya. Berbeda dengan Mimi yang tetap bertahan menjalani usaha tanpa menggunakan layanan asuransi.

        "Saya yakin dan optimis dengan sekitar 30 karyawan saya mudah-mudahan usaha ini akan berjalan dengan lancar tanpa adanya asuransi," ujarnya.

        Selain itu, Mimi pernah mengekspor sirup Noerlen ke New York, Amerika Serikat, namun penjualan tersebut berujung?kegagalan karena?permasalahan daya tahan produk.

        "Dua kali kita mengirim, gagal. Produk berbuih dan rusak karena tidak pakai bahan pengawet, itu langsung end user yang bawa. Produk kami Noerlen belum bisa untuk ekspor karena daya tahannya yang cepat rusak. Jadi, kami mempunyai tamu dari luar negeri. Mereka yang membawa sendiri sebagai oleh-oleh dari Medan, bukan kita yang ekspor melalui pengiriman," ujarnya.

        Saat ini Mimi disibukkan dengan banyaknya pelanggan yang datang dari dalam dan luar kota bahkan luar negeri melalui travel.

        "Saya yakin, setiap usaha yang kita seriusi akan berbuah sukses," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Khairunnisak Lubis
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: