Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) menginginkan adanya kepastian penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk pelumas guna melindungi perkembangan industri oli dalam negeri.
"Perlu adanya suatu standar untuk melindungi konsumen dan produsen pelumas dalam negeri. SNI wajib akan menjamin mutu pelumas yang beredar, sehingga konsumen akan diuntungkan," kata Humas Aspelindo Arya Dwi Paramita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Arya menjelaskan penerapan SNI tersebut bisa memberikan perlindungan terhadap produsen maupun konsumen, serta mencegah peredaran oli impor yang tidak jelas mutu maupun kualitasnya. "Efeknya juga dapat memajukan industri pelumas dalam negeri sekaligus meningkatkan daya saing industri dalam menghadapi MEA," tambahnya.
Saat ini, kebutuhan atas standarisasi produk makin mendesak, karena makin banyak pelumas dengan merk tidak jelas dan kualitas seadanya beredar di daerah.
Untuk itu, kata Arya, pemberlakuan SNI ini bisa menjaga kualitas pelumas yang sudah beredar dan memberikan perlindungan terhadap industri secara keseluruhan.
"Menentukan buruk atau baiknya kualitas harus ada standarnya, itu pentingnya SNI. Kami sebagai produsen lebih mengutamakan kepercayaan dan perlindungan konsumen dan tentunya 'fair competition'," jelasnya. Arya tidak mempermasalahkan masuknya produk impor pelumas asalkan barang tersebut harus memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah.
Meskipun demikian, Arya mengakui waktu penerapan SNI, yang menjadi pedoman perlindungan produk dalam negeri, sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah. "Kalau soal kapan diterapkan itu porsi pemerintah yang menjawab," kata Arya.
Berdasarkan data BPS dan Kementerian Perindustrian, industri pelumas dalam negeri mampu memproduksi pelumas jadi sebesar 1,8 juta kiloliter per tahun.
Namun, kemampuan pasar domestik untuk menyerap produksi pelumas dalam negeri hanya 47 persen dari total produksi pelumas jadi yang dihasilkan di dalam negeri. Kondisi tersebut membuat 950 ribu kiloliter atau sekitar 53 persen produk pelumas jadi tidak terserap pasar pelumas jadi domestik.
Padahal saat ini terdapat impor pelumas yang membuat neraca perdagangan produk tersebut mengalami defisit dalam lima tahun terakhir.
Jenis pelumas non sintetik mengalami defisit 256,3 juta dolar AS per tahun dan untuk jenis pelumas sintetik terjadi defisit 86,13 juta dolar AS per tahun. Impor pelumas non sintetik pada 2016 didominasi oleh Singapura, dengan nilai impor 184,64 juta dolar AS atau penguasaan 42,1 persen dari total impor pelumas non sintetik.
Sedangkan, impor pelumas sintetik 2016 didominasi oleh Amerika Serikat, dengan nilai impor 23,17 juta dolar AS atau penguasaan 41,8 persen dari total impor pelumas sintetik. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: