Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Volatilitas Rupiah Rendah pada Pilkada Jakarta

        Volatilitas Rupiah Rendah pada Pilkada Jakarta Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Analis Forextime Lukman Otunuga menyebutkan rupiah sedikit menguat terhadap dolar AS pada perdagangan hari Rabu saat Indonesia menunggu hasil pilkada Jakarta. Peningkatan ini tidak besar, dolar terhadap rupiah hanya melemah 0.07 persen, tapi perlu dicermati bahwa selalu ada risiko pergerakan naik maupun turun, tergantung reaksi investor terhadap hasil pilkada.

        Situasi ini sama dengan berbagai belahan dunia lainnya, seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Jepang, dan tampaknya akan terjadi pula di seluruh Eropa tahun 2017 ini saat pemilu digelar di Prancis, Belanda, dan Jerman.

        "Secara umum, risiko politik akan terus mendominasi pasar finansial di seluruh dunia untuk beberapa waktu mendatang dan kita harus membiasakan diri dengan situasi ini. Dulu, risiko politik mungkin hanya diasosiasikan dengan ekonomi pasar berkembang dan bukan faktor yang perlu diperhitungkan investor di negara maju. Tapi itu dulu, sebelum deretan peristiwa yang terjadi di tahun 2016 termasuk keputusan Inggris Raya untuk keluar dari Uni Eropa dan kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (17/2/2017).

        Lebih lanjut, ia menuturkan, walaupun hampir tiga bulan berlalu sejak pilpres AS dan hampir satu bulan setelah pelantikan Trump, risiko politik terus memengaruhi sentimen pasar secara umum, utamanya emas.

        Setelah merosot lebih dari US$160 pasca-kemenangan Donald Trump di pilpres AS, harga emas sudah pulih US$100 setelah investor mulai memikirkan probabilitas Presiden Trump akan gagal mengimplementasikan janji-janji kampanyenya secepat yang diperhitungkan di pasar finansial.

        Sebagai bagian dari janji kampanye Trump, beliau menjanjikan untuk menekankan pada pembukaan lapangan kerja, deregulasi, dan pertumbuhan ekonomi AS yang tinggi melalui stimulus fiskal dan belanja infrastruktur. Ternyata, tiga bulan pasca-kemenangan Trump, investor masih belum mendapatkan kejelasan bagaimana presiden baru ini akan mengimplementasikan segala kebijakan tersebut.

        "Yang terjadi justru Presiden AS ini berhasil menjalankan janji proteksionismenya, termasuk perpecahan tak terhindarkan dalam hubungan diplomatis dengan Meksiko karena dinding dan larangan perjalanan yang sangat kontroversial dan memicu kemarahan di seluruh dunia. Ini menciptakan ketegangan di antara para investor dan walaupun tindakan ini tidak akan berdampak signifikan terhadap ekonomi AS, namun trader termotivasi untuk melakukan lindung nilai menggunakan aset safe haven seperti emas," tambahnya.

        Walaupun mata uang pasar berkembang secara keseluruhan terkadang kesulitan untuk mendapat momentum penuh terhadap dolar, investor perlu waspada bahwa instrumen pasar berkembang mungkin dicari oleh pasar apabila mulai kehilangan kesabaran dengan Presiden Trump. Ini potensi yang harus diperhatikan dan terus dipantau pada jangka menengah.

        "Saya tetap berpendapat karena laju pertumbuhan Indonesia yang kuat dibandingkan negara berkembang lainnya dan juga kebijakan suku bunga yang tinggi, rupiah memiliki potensi paling besar dibandingkan seluruh mata uang pasar berkembang lainnya. Hal ini tentu saja apabila tidak ada perubahan keyakinan investasi asing yang disebabkan oleh ketidakpastian pasca-keluarnya hasil pilkada Jakarta," tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: