Menkeu Pastikan Pembiayaan Defisit Sebagai Antisipasi Turunnya Penerimaan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kebijakan defisit anggaran masih menjadi andalan pemerintah untuk mendorong pembangunan, sebagai antisipasi turunnya penerimaan dari sektor pajak, akibat lesunya harga komoditas global.
"Pembiayaan defisit ini didesain untuk meminimalkan pengaruh kondisi global yang sangat negatif yaitu turunnya ekspor maupun permintaan barang komoditas yang selama ini menjadi andalan," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (20/2/2017).
Sri Mulyani mengatakan kebijakan defisit anggaran diberlakukan karena banyak komitmen belanja utama yang wajib dipenuhi oleh pemerintah seperti anggaran pendidikan, kesehatan, pengadaan alutista maupun transfer ke daerah.
Untuk memenuhi semua kewajiban anggaran tersebut, kata dia, maka selain mengandalkan penerimaan dari sektor pajak maupun penerimaan negara bukan pajak yang masih terbatas, maka pemerintah juga menerbitkan surat utang.
Sri Mulyani mengatakan utang bukan merupakan hal yang tabu untuk dilakukan, karena yang terpenting utang tersebut bisa dikelola dengan baik dan bermanfaat bagi investasi infrastruktur maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Kalau kekhawatirannya ada pada utang, maka kita harus tunjukkan bahwa investasi kita baik perekonomian atau sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan membawa dampak lebih besar," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Ia memastikan rasio utang Indonesia terhadap PDB masih berada angka yang aman yaitu sekitar 28 persen, dibandingkan negara lainnya seperti Yunani yang mencapai 200 persen maupun Jepang 250 persen.
Selain itu, defisit anggaran Indonesia yang diproyeksikan sebesar 2,41 persen terhadap PDB juga relatif terjaga dibandingkan India, yang saat ini dianggap sebagai salah satu negara berkembang dengan tingkat ekonomi baik, yaitu sebesar 7 persen.
Namun, Sri Mulyani mengakui upaya memperbaiki kinerja penerimaan perpajakan akan terus menerus dilakukan, agar pemerintah tidak sepenuhnya bergantung kepada utang untuk menahan pelebaran defisit anggaran.
"Penerimaan perpajakan di 2017 akan bertumpu pada reformasi di pajak dan bea cukai, kita perbaiki lembaga, sumber daya manusia, proses bisnis, TI maupun basis data yang telah kami miliki melalui program amnesti pajak," ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng mengatakan masalah terkait defisit anggaran meliputi tingginya kebutuhan belanja pemerintah, yang tidak diiringi dengan tercapainya target penerimaan negara.
"Persoalan ini bukan saja masalah pemerintah, karena harus diakui juga DPR memiliki kontribusi besar terhadap kenaikan defisit, karena setiap komisi memperjuangkan kenaikan anggaran bagi kementerian lembaga," ujarnya.
Untuk itu, ia mengapresiasi adanya paket kebijakan ekonomi untuk menggerakan sektor riil karena hal itu secara tidak langsung bisa membuat ekonomi di daerah bergairah dan berdampak positif ke penerimaan pajak.
Mekeng juga mengusulkan sektor jasa keuangan untuk berkontribusi kepada perekonomian nasional, karena industri itu bisa mendorong kegiatan investasi dalam negeri agar pembangunan tidak lagi bergantung sepenuhnya dari APBN.
"Kondisi saat ini menunjukkan industri keuangan kita punya potensi luar biasa untuk memperbesar investasi. Untuk itu, penting mengenalkan berbagai produk jasa keuangan dan memperluas instrumen pasar modal sebagai pembiayaan alternatif," kata Politisi Partai Golkar ini. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto