Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pelaku Usaha Fintech Minta OJK Bentuk Departemen Khusus Fintech

        Pelaku Usaha Fintech Minta OJK Bentuk Departemen Khusus Fintech Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi FinTech Indonesia mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera membentuk departemen khusus yang mengawasi kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (p2p lending), menyusul dikeluarkannya Peraturan OJK (P.OJK) Nomor 77/POJK.1/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) pada Desember 2016 lalu dan telah disosialisasikan kepada dunia usaha.

        Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH Indonesia) melalui Wakil Ketuanya, Adrian Gunadi, mengapresiasi kecepatan OJK dalam menyusun aturan terkait p2p lending yang selesai tepat waktu sesuai target waktu yang diberikan untuk penyusunan regulasi di bulan Agustus 2016.

        ?Sebagai tindak lanjutnya, kami berharap agar pembentukan lembaga pengawas tekfin di OJK yang khusus mengawasi jalannya usaha p2p lending dapat segera terjadi. Hal ini penting untuk memastikan jalannya usaha p2p lending di Indonesia sesuai koridor ? apalagi jumlah pelakunya diprediksi akan terus bertambah, sejalan dengan potensi industri tekfin yang masih besar," jelasnya Adrian di Jakarta, Selasa (28/2/2017).

        p2p lending sendiri merupakan sebuah platform teknologi yang mempertemukan secara digital peminjam yang membutuhkan modal usaha dengan pemberi pinjaman. Layanan ini menawarkan fleksibilitas dimana pemberi pinjaman dan peminjam dapat mengalokasikan dan mendapatkan modal hampir kepada atau dari siapa saja, dalam jumlah nilai berapa pun, secara efektif dan transparan, serta dengan imbal balik yang kompetitif.

        Data OJK menunjukkan bahwa masih terdapat 49 juta UKM yang belum bankable di Indonesia yang membutuhkan akses terhadap pinjaman. Selain itu, terdapat kesenjangan pembiayaan pembangunan sebesar Rp 1.000 triliun setiap tahun. Saat ini institusi keuangan yang ada hanya mampu menyerap kebutuhan sekitar Rp 700 triliun dari total kebutuhan sebesar Rp 1.700 triliun tiap tahunnya.

        Indonesia juga masih dihadapkan pada permasalahan tidak meratanya ketersediaan layanan pembiayaan dimana 60% dilaporkan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

        Layanan p2p lending diharapkan dapat memberikan angin segar untuk menyiasati berbagai permasalahan ini dengan terus berinovasi dalam memberikan solusi khas tekfin yang cepat, lincah dan dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

        Ketua Bidang P2P Lending AFTECH Indonesia, Reynold Wijaya mengatakan, upaya yang dilakukan oleh perusahaan p2p lending di Indonesia dalam memberikan solusi cepat bagi konsumen akan maksimal bila diimbangi dengan syarat dan ketentuan dari regulator untuk memastikan ekosistem yang sehat.

        "Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan yang kuat dan terkoordinasi untuk membina dan mengawasi industri ini sehingga tekfin di Indonesia dapat berkembang dengan baik," tutur Reynold.

        Reynold yang juga adalah pendiri Funding Societies di Singapura lebih jauh menguraikan, ?Singapura bisa menjadi contoh baik pengawasan industri tekfin, dimana di sana terdapat Chief FinTech Officer yang duduk di dalam otoritas moneternya yaitu Monetary Authority of Singapore.?

        AFTECH Indonesia memetakan sedikitnya 157 perusahaan start-up tekfin yang saat ini beroperasi di Indonesia. Nilai transaksinya, berdasarkan Riset Statista, disebutkan mencapai 18,64 miliar dollar AS. Dari jumlah pelaku tersebut, sektor pinjaman dan pembiayaan personal mencapai 25%. Industri tekfin pun diprediksi untuk terus tumbuh sejalan dengan potensi pasar yang masih besar.

        ?Di dalam AFTECH Indonesia yang saat ini beranggotakan 70 perusahaan dari berbagai sektor, sudah ada setidaknya 18 perusahaan yang bersiap untuk memproses izin sesuai P.OJK 77. Di luar jumlah ini, lebih banyak lagi perusahaan yang sedang mempersiapkan diri dan belum muncul ke publik,? ungkap Direktur Kebijakan Publik Asosiasi FinTech Indonesia, Ajisatria Suleiman.

        Secara umum AFTECH menegaskan bahwa peran regulator sangat besar dalam memastikan perkembangan positif industri tekfin di masa depan mengingat tekfin merupakan bisnis yang sangat riskan jika tidak diatur dan diawasi dengan baik.

        ?Semakin cepat kelembagaan terbentuk dan pengawasan berfungsi, maka semakin memberikan landasan regulasi yang kuat bagi para stakeholders di industri ini. Hal ini tidak hanya baik bagi iklim usaha, namun juga penting untuk memastikan keamanan dan kenyamanan para pengguna?, pungkas Adrian.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Sucipto

        Bagikan Artikel: