Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggandeng Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk membongkar tuntas dugaan praktik kartel cabai di Indonesia. Hal tersebut menyusul adanya puluhan ton cabai yang semestinya disalurkan ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, tapi malah dialihkan ke sejumlah perusahaan. Dalam kasus tersebut, kepolisian telah menetapkan dua tersangka yakni SJN dan SNO asal Solo.
"Tadi kami (KPPU) sudah koordinasi dengan Bareskrim. KPPU dan Bareskrim akan melakukan investigasi soal cabai," kata Syarkawi, seusai menghadiri diskusi bertema Industrialization and Competiton Policy : Case Study Indonesia di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) di Kota Makassar, Sulsel, Jumat,(3/3/2017).
Praktik curang yang diungkap kepolisian bersama Kementerian Pertanian dan KPPU menguak modus permainan harga cabai rawit di pasaran. Kedua tersangka yakni SJN dan SNO merupakan pengepul cabai rawit di Jawa Timur. Puluhan ton cabai yang seharusnya dipasok ke pasar induk, seperti Pasar Induk Kramat Jati, justru dijual ke beberapa perusahaan untuk diproduksi dengan harga Rp181 ribu per kilogram.
Tindakan kedua tersangka tersebut membuat cabai menjadi langka dan harganya sangat tinggi. Harga cabai di pasaran menembus kisaran di atas Rp100 ribu. Padahal, harga acuan cabai yang dijual di tingkat konsumen seharga Rp29.000 berdasarkan Permendag nomor 63/2016.?
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan.
Lebih jauh, Syarkawi menegaskan pihaknya juga meminta pemerintah untuk menghindari kebijakan impor untuk mengatasi fluktuasi harga komoditas, semisal cabai. Menurut dia, masih ada solusi lain untuk mengatasi permasalahan harga cabai yang tidak menentu. Di antaranya dengan membenahi pola tanam dan rantai pasok komoditas tersebut, termasuk memerangi praktik kartelnya. "Impor jangan menjadi pola kebijakan."
Syarkawi menegaskan kebijakan impor untuk jangka pendek sebenarnya bisa saja menjadi opsi. Namun, untuk jangka menengah dan jangka panjang, kebijakan impor mesti dihindari. "Harusnya pembenahan tersebut dimulai dari hulu sampai hilir dan mendorong adanya industri pengolahan cabai olahan. Inilah yang belum kita lakukan sungguh-sungguh untuk mengatasi permasalahan cabai," pungkasnya.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: