Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengampunan Pajak dan Pertukaran Informasi Otomatis (II)

        Pengampunan Pajak dan Pertukaran Informasi Otomatis (II) Kredit Foto: Fajar Sulaiman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wajib pajak di Indonesia patut bersyukur karena otoritas memberikan kesempatan pengampunan pajak terlebih dahulu sebelum AEOI.

        Negara-negara lain, kecuali India, kebanyakan langsung menerapkan AEOI tanpa ada kesempatan untuk deklarasi harta melalui pengampunan pajak.

        Namun, sebelum menuju ke AEOI pada September 2018 mendatang, Indonesia harus terlebih dahulu memenuhi prasyarat dan prakondisi yang terutama menyangkut masalah keterbukaan rahasia informasi nasabah perbankan.

        Ada beberapa Undang-Undang yang dianggap pertukaran akses informasi tidak bisa berjalan secara otomatis.

        Pembukaan akses informasi kepada otoritas pajak rencananya akan dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang saat ini sedang dalam pembahasan.

        Perppu tersebut akan menjadi payung hukum pelaksanaan pertukaran data keuangan, karena Undang-Undang yang ada saat ini belum mengakomodasi kebijakan tersebut dan proses revisinya memakan waktu lama.

        Selain perppu, pemenuhan prakondisi sebelum menuju AEOI juga dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui Peraturan OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yurisdiksi Mitra.

        OJK juga sedang menyiapkan surat edaran (se) mengenai penyampaian informasi nasabah warga negara asing terkait perpajakan dalam rangka pelaksanaan perjanjian pertukaran informasi secara otomatis antarnegara berdasarkan standar pelaporan umum (common reporting standard/CRS).

        Menurut ketentuan yang telah disepakati di tingkat internasional, batas waktu pemenuhan persyaratan ketersediaan perangkat hukum domestik untuk penerapan AEOI adalah 30 Juni 2017.

        Apabila gagal, maka Indonesia dapat ditetapkan sebagai negara dengan status gagal memenuhi komitmen.

        Melihat upaya pemerintah dalam mewujudkan AEOI tersebut, maka sisa waktu periode terakhir amnesti pajak perlu dimanfaatkan oleh wajib pajak, terutama mereka yang belum mendeklarasikan asetnya di luar negeri.

        Periode terakhir pengampunan pajak berdasar UU Pengampunan Pajak selesai pada 31 Maret 2017. DJP telah memberi sinyal bahaya bagi wajib pajak yang tidak mengikuti pengampunan pajak melalui komitmen penerapan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

        Pasal 18 UU Pengampunan Pajak berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak.

        Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.

        "Kami sedang persiapkan regulasi, sumber daya manusia, penghimpunan data juga jalan terus," ucap Hestu.

        Regulasi untuk menjalankan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak sendiri akan dikonsepkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

        Peraturan itu akan memberi kepastian apabila ada harta yang belum diamnestikan. DJP akan membuat prosedurnya seringkas mungkin, artinya "account representative" (AR), atau yang mengawasi wajib pajak, akan langsung menetapkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).

        Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut dinilai sebagai wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak. (Ant/Wajib pajak di Indonesia patut bersyukur karena otoritas memberikan kesempatan pengampunan pajak terlebih dahulu sebelum AEOI.

        Negara-negara lain, kecuali India, kebanyakan langsung menerapkan AEOI tanpa ada kesempatan untuk deklarasi harta melalui pengampunan pajak.

        Namun, sebelum menuju ke AEOI pada September 2018 mendatang, Indonesia harus terlebih dahulu memenuhi prasyarat dan prakondisi yang terutama menyangkut masalah keterbukaan rahasia informasi nasabah perbankan.

        Ada beberapa Undang-Undang yang dianggap pertukaran akses informasi tidak bisa berjalan secara otomatis.

        Pembukaan akses informasi kepada otoritas pajak rencananya akan dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang saat ini sedang dalam pembahasan.

        Perppu tersebut akan menjadi payung hukum pelaksanaan pertukaran data keuangan, karena Undang-Undang yang ada saat ini belum mengakomodasi kebijakan tersebut dan proses revisinya memakan waktu lama.

        Selain perppu, pemenuhan prakondisi sebelum menuju AEOI juga dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui Peraturan OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yurisdiksi Mitra.

        OJK juga sedang menyiapkan surat edaran (se) mengenai penyampaian informasi nasabah warga negara asing terkait perpajakan dalam rangka pelaksanaan perjanjian pertukaran informasi secara otomatis antarnegara berdasarkan standar pelaporan umum (common reporting standard/CRS).

        Menurut ketentuan yang telah disepakati di tingkat internasional, batas waktu pemenuhan persyaratan ketersediaan perangkat hukum domestik untuk penerapan AEOI adalah 30 Juni 2017.

        Apabila gagal, maka Indonesia dapat ditetapkan sebagai negara dengan status gagal memenuhi komitmen.

        Melihat upaya pemerintah dalam mewujudkan AEOI tersebut, maka sisa waktu periode terakhir amnesti pajak perlu dimanfaatkan oleh wajib pajak, terutama mereka yang belum mendeklarasikan asetnya di luar negeri.

        Periode terakhir pengampunan pajak berdasar UU Pengampunan Pajak selesai pada 31 Maret 2017. DJP telah memberi sinyal bahaya bagi wajib pajak yang tidak mengikuti pengampunan pajak melalui komitmen penerapan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

        Pasal 18 UU Pengampunan Pajak berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak.

        Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.

        "Kami sedang persiapkan regulasi, sumber daya manusia, penghimpunan data juga jalan terus," ucap Hestu.

        Regulasi untuk menjalankan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak sendiri akan dikonsepkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

        Peraturan itu akan memberi kepastian apabila ada harta yang belum diamnestikan. DJP akan membuat prosedurnya seringkas mungkin, artinya "account representative" (AR), atau yang mengawasi wajib pajak, akan langsung menetapkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).

        Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut dinilai sebagai wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak. (Ant/Calvin Basuki)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: