Kredit Foto: Annisa Nurfitriyani
Komisi Nasional Perempuan meminta pemerintah berdialog kembali dengan warga yang sedang menyuarakan nasibnya dengan menyemen kaki mereka sebagai bentuk protes berjalannya pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah.
"Pemerintah seharusnya menghargai upaya perempuan-perempuan Kendeng yang telah berjuang selama kurang lebih tujuh tahun dengan membuka dialog konstruktif yang mendengarkan suara perempuan," kata Ketua Komnas Perempuan Azriana di Jakarta, Jumat (17/3/2017).
Mereka juga meminta pemerintah menghentikan kriminalisasi dan membebaskan petani dari segala tuntutan hukum yang tidak masuk akal serta menjamin keselamatan warga yang menolak pabrik semen dan memastikan aparat penegak hukum tidak berpihak.
"Presiden Republik Indonesia Joko Widodo harus memerintahkan Gubernur Jawa Tengah agar segera menindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan warga Rembang," kata dia.
Azriana berpendapat pemerintah menerapkan pembangunan berkelanjutan pada pengelolaan sumber daya alam terutama di kawasan pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Menurut dia, pengelolaan sumber daya alam, terutama di pegunungan Kendeng menunjukkan praktik penambangan batu kapur yang menyisakan lubang-lubang besar di bumi.
Bekas penambangan tersebut, merusak kesuburan tanah dan mengancam sungai-sungai bawah tanah sebagai cadangan air tanah di masa depan.
"Para ahli lingkungan mengkhawatirkan hilangnya keanekaragaman hayati yang dimiliki pegunungan Kendeng akibat penambangan yang merusak ekosistem gua berikut seluruh mahluk hidup di dalamnya," kata Azriana.
Selain itu, Ibu-ibu yang tinggal di sekitar pegunungan Kendeng juga mengkhawatirkan polusi udara, panen yang gagal serta aneka tumbuh-tumbuhan jamu dan obat yang semakin langka.
Sampai saat ini tidak ada upaya perbaikan lingkungan di sana bahkan operasional pabrik semen justru terus berlanjut, hal ini memicu penolakan dari warga hingga ke ranah hukum.
Dia juga meminta pemerintah melaksanakan moratorium penghentian izin pabrik semen baru dan menghentikan seluruh kegiatan operasional pabrik semen yang berpotensi merusak lingkungan.
"Yang lebih mengkhawatirkan hal ini mengakibatkan penggusuran warga dari sumber kehidupannya, kebijakan otonomi daerah yang mengakibatkan perusakan lingkungan, polusi udara dan tanah dan air, potensi hilangnya situs bersejarah, makam leluhur dan mata air, konflik horisontal antar warga, bahkan perubahan grand design pembangunan dari daerah pertanian menjadi daerah tambang dan industrialisasi," kata dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: