Dipenghujung 2017 saat perekonomian nasional melambat, segala lini pun menjadi terasa makin berat. Akibatnya, masyarakat mencoba mencari alternatif yang dinilai lebih ekonomis.
Salah satu sektor yang dirasakan berdampak langsung pada masyarakat adalah sektor perhubungan, khususnya transportasi darat di wilayah perkotaan yang memiliki dinamika tinggi.
Transportasi umum (angkutan kota/angkot) yang memiliki rute tertentu, belum mampu memenuhi kebutuhan pengguna jasa transportasi, karena dinilai kurang efisien.
"Kalau kami ingin ke kantor, harus dua kali naik angkot lalu naik becak dengan total biaya Rp25 ribu. Padahal kalau naik taksi daring (online) hanya Rp18 ribu dan langsung sampai tujuan," kata salah seorang pengguna jasa transportasi, Nur Wahidah.
Pengakuan tersebut menjadi salah satu faktor sehingga pengguna jasa transportasi, belakangan ini memiliki kecenderungan menggunakan taksi daring daripada sarana transportasi umum yang memiliki keterbatasan dari segi keterjangkauan seluruh jalan.
Termasuk dari segi kecepatan membawa penumpang ke tujuan, taksi daring lebih unggul dibanding angkot yang biasanya "ngetem" lama untuk menunggu angkot penuh penumpang.
Sementara jika menggunakan taksi konvensional dengan sistem argo, bagi pengguna jasa kelas ekonomi menengah ke bawah, tentu dirasakan masih cukup berat. Selain dikenakan biaya buka pintu, tarifnya akan tergantung pada waktu tempuh dan jaraknya.
Berbeda dengan taksi daring, yang hanya menetapkan harga berdasarkan jarak ke lokasi tujuan dan harga akan tetap meskipun taksi harus mengambil rute lain atau waktu tempuhnya lama, karena misalnya ada kemacetan.
Semua fenomena itu, tidak dapat dipungkiri di lapangan. Hanya saja, layanan jasa transportasi yang sudah mengikuti perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi tersebut harus berhadapan dengan layanan jasa angkot konvensional.
Menurut salah seorang yang berkecimpung dalam jasa taksi daring, Arsyad kehadiran taksi daring seperti Grab dan Gojek ini, justeru membuka lapangan kerja baru.
Dia mengatakan, tak ada maksud untuk mematikan angkot dan taksi konvensional, tetapi hanya berinovasi dalam melayani konsumen, sekaligus memberikan alternatif layanan bagi masyarakat.
Pernyataan itu kemudian mendapat tanggapan dari Ketua Organda Kota Makassar, H Zainal Abidin.
"Semenjak ada taksi daring beroperasi di Makassar dan sekitarnya, para sopir mengeluhkan kurang mendapat penumpang. Itu artinya setoran kurang dan kemudian berdampak pada penghasilan keluarga sopir," ucapnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: