Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -
Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel merilis pengungkapan jaringan kelompok terduga pemasok bahan peledak ikan lintas daerah, Senin, 24 Juli. Bahan peledak yang disita berupa amonium nitrat yang dikemas dalam 121 sak dan sejumlah karung. Kepolisian juga mengamankan 1.299 butir detonator sebagai alat picu ledak. Total barang bukti yang disita mencapai tiga ton.
Kepala Polda Sulsel Irjen Muktiono, menyatakan total ada 15 pelaku yang ditangkap di empat lokasi berbeda. Tiga lokasi penangkapan berada di Kabupaten Pangkep dan satu lokasi lainnya di Kabupaten Bone. Peran mereka beragam, mulai dari pengguna hingga penjual bahan peledak. Para pelaku rata-rata merupakan nelayan yang tidak berpikir panjang demi mendapatkan banyak hasil tangkapan.
"Mereka tidak berpikiran jauh ke depan. Mereka tidak menyadari perbuatannya tidak hanya merusak keindahan bawah laut, tapi juga mematikan biota laut," kata Muktiono, Senin, (24/7/2017)
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara terhadap para pelaku, terungkap bahwa aktivitas kelompok ini sempat dikendalikan dari dalam Lembaga Permasyarakatan Bolangi, Kabupaten Gowa. Muktiono menyebut ada seorang narapidana bernama Arfah yang ditengarai mengatur peredaran bahan peledak ikan di Sulsel. Adapun Arfah sebelumnya diterungku di balik jeruji besi atas kasus narkotika.
Bahan peledak yang disita dari para pelaku diketahui berasal dari Malaysia. Bahan berbahaya itu dibawa ke Sulawesi melalui jalur laut. Caranya dengan menyelundupkannya pada kapal kecil berkapasitas 7 GT. Perjalanan membawa bahan baku peledak ikan tersebut membutuhkan waktu selama 16 hari. Di Malaysia, pelaku membelinya seharga Rp500 ribu dan dijual di Sulsel berkisar Rp2,5-3 juta.
Direktur Kriminal Umum Polda Sulsel, Kombes Erwin Zadma, mengimbuhkan jaringan para pelaku yang tersebar di beberapa lokasi disinyalir telah bekerjasama selama setahun terakhir. Diperkirakannya setidaknya ada empat kali transaksi jual-beli bahan baku peledak ikan dari Malaysia. Jaringan ini pula berkaitan dengan temuan 500 butir detonator yang ditemukan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar pada Juni lalu.
Atas perbuatannya, para pelaku diancam dengan dua pasal sekaligus. Peredaran bahan baku peledak ikan berupa pupuk ilehal bisa dikenakan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman. Ancamannya lima tahun penjara. Sedangkan kepemilikan detonator berkaitan Pasal 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: