Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Prihatin! Bahasa Asing Membudaya di Indonesia

        Prihatin! Bahasa Asing Membudaya di Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Semarang -

        Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Jawa Tengah, menyampaikan rasa prihatinnya terkait kecenderungan masyarakat sekarang ini yang lebih membanggakan bahasa asing daripada bahasa leluhurnya.

        "Orang sekarang kan lebih bangga dengan bahasa Inggris dengan TOEFL tinggi ketimbang bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya," kata Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Joko Santoso di Semarang, Sabtu (12/8/2017).

        Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa kondisi itu terjadi karena arus globalisasi yang deras tidak diiringi dengan filter yang kuat di dalam fondasi pendidikan dan budaya. Menurutnya, arah pendidikan nasional yang cenderung lebih mengutamakan peran bahasa asing juga sudah agak melenceng dari cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar.

        "Tidak heran, sekarang ini banyak generasi muda yang tidak bisa bahasa daerahnya, seperti di Semarang ini adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa saja tidak bisa, apalagi menulis aksara Jawa," katanya.

        Joko yang juga Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kota Semarang itu mengatakan bahwa arus globalisasi yang besar menggerus budaya-budaya bangsa yang luhur, termasuk hadirnya media sosial.

        Sebenarnya, kata dia, kondisi tersebut sudah dirasakan sejak Orde Reformasi yang mulai membuat berubahnya ciri dan perilaku masyarakat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

        Persoalannya, kata dia, keterbukaan informasi seiring reformasi ternyata tidak diimbangi dengan kesiapan masyarakat yang tidak bisa memilih mana yang sesuai atau tidak dengan karakter dan budaya bangsa.

        "Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) semua elemen bangsa, tidak hanya pemerintah. Keluarga, masyarakat, dan lingkungan sebenarnya yang paling berperan memupuk rasa kebangsaan dan karakter bangsa," katanya.

        Dimulai dari entitas sosial terkecil, yakni keluarga, lanjut dia, peran orang tua dalam mengawasi perilaku anak-anaknya, seperti berpakaian, berkomunikasi, dan menyalurkan hobinya.

        "Pendidikan karakter itu kan dimulai dari keluarga. Bagaimana memupuk rasa kebangsaan Indonesia dengan keragaman bahasa, suku, budaya, dan seni sosial masyarakatnya," pungkas Joko.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Hafit Yudi Suprobo

        Bagikan Artikel: