Kinerja PT Bank Muamalat sejak tiga tahun ke belakang terus mengalami tekanan yang cukup berarti. rasio pembiayaan bermasalah perusahaan atau nonperforming financing (NPF) sejak tahun 2013 terus merangkak naik. Kala itu NPF gross Muamalat melambung ke angka 4,69% dari 2,09% di 2012.
Bukannya menyusut, pembiayaan bermasalah perusahaan malah terus menanjak di 2014 ke angka 6,55% dan puncaknya bertengger di angka 7,11% pada 2015. Mandeknya pembayaran pembiayaan dari sektor airline, listrik, dan pertambangan dituding menjadi biang keladi terus melambungnya angka rasio pembiayaan bermasalah perusahaan.
Di 2016, Bank Muamalat berhasil menurunkan posisi NPF-nya ke angka 3,83%, atau hampir separuh dari level NPF di tahun sebelumnya. Di sini upaya manajemen untuk menekan laju NPF melalui jalur restruktusisasi baru mulai dirasakan.
Tahun 2017, bisnis perusahaan sudah mulai menunjukkan geliat positif. Di sisi keuangan, capital adequacy ratio (CAR) perseroan berada di level yang masih aman yakni di angka 12,83%. Sementara untuk pembiayaan, total outstanding perseroan pada tengah tahun ini mencapai Rp25,43 triliun, meskipun masih ada sedikit PR di NPF yang nilainya masih cukup tinggi, yakni di angka 4,56%.
Namun tersiar kabar bahwa Endy Abdurrahman, orang nomor satu di Bank Muamalat malah mundur dari posisi direktur utama perusahaan. Sumber Warta Ekonomi bahkan mengatakan Endy Abdurrahman dipecat dari perusahaan.
Mundurnya Endy menimbulkan tanda tanya besar lantaran saat ini bisnis di perbankan syariah mulai menunjukkan geliat yang cukup positif.
Saat dikonfirmasi ke salah satu pemegang saham di Islamic Development Bank (IDB), maupun Endy sendiri, hingga saat ini Warta Ekonomi belum juga mendapatkan kepastian dari aksi tersebut.
Menyikapi hal itu, ekonom dari Institute for Developments of Economics and Finance Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan mundurnya Direktur Utama Bank Muamalat lebih disebabkan ketidakpercayaan diri untuk menjadikan Muamalat menjadi lebih baik lagi. Apalagi kinerja bank juga masih kurang memuaskan.
"Soal NPL yang hampir menyentuh batas aman 5% dan ditambah perseroan belum juga mendapatkan suntikan investasi baru," katanya kepada Warta Ekonomi.
Hal tersebut, lanjut Bhima, menjadikan tingkat permodalan perusahaan menjadi kurang begitu baik. Fenomena di Bank Muamalat ditambahkannya merupakan puncak gunung es di balik penurunan kinerja perbankan syariah secara keseluruhan yang dipicu oleh lesunya ekonomi.
Nah, belum lama ini tersiar kabar bahwa salah satu perusahaan investasi, PT Minna Padi Investama Tbk (PADI) berniat mengakuisisi Bank Muamalat. Sejak tahun 2011, perseroan memang sudah dikabarkan tengah mencari mitra strategis untuk mengembangkan bisnisnya, namun hingga saat ini belum ada titik terang yang sekiranya dapat menyukseskan rencana anorganik perusahaan.
Bhima menuturkan masuknya investor strategis, besar kemungkinan akan menimbulkan ketidaksamaan visi dengan jajaran direksi. Namun hal tersebut perlu digali lebih dalam lagi mengenai siapa investor strategis yang bakal masuk dan siapa perusahaan yang berada di balik aksi PADI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Cahyo Prayogo