Pada periode enam bulan pertama tahun ini perusahaan menyumbang 42% dari total infeksi serangan ransomware, naik 30% dari tahun 2016 dan 29% pada tahun 2015. Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh WannaCry dan Petya.
Chief Technology Officer Symantec Asia, Matthias Yeo menuturkan ada malware yang menyamar dalam lalu lintas terenkripsi. Bahkan sebuah Laporan Internet Security Threat Report (ISTR) tahunan dari Symantec disebutkan 1 dari 156 email di Indonesia menyimpan serangan malware.
"Selain itu, Indonesia menempati peringkat ke-14 dalam hal infeksi ransomware dari mesin khusus dan urutan ke-4 di wilayah Asia Pasifik. Dan Lebih dari 40.000 serangan ransomware terdeteksi oleh Symantec setiap bulannya," kata Matthias, di Jakarta, Senin (11/9/2017).
Matthias menambahkan bahwa Symantec sangat kompeten dalam menghadirkan solusi-solusi terkemuka di pasaran, yang dimungkinkan oleh jaringan intelijen ancaman terbesar, guna menawarkan perlindungan yang belum pernah ada sebelumnya bagi generasi cloud.
"Kami terus melakukan percepatan dalam mengintegrasikan berbagai solusi kami dan memberikan portofolio produk gabungan untuk menghadirkan solusi pertahanan siber terpadu di seluruh lingkungan TI pelanggan kami," imbuhnya.
Ia mengatakan berdasarkan data Symantec, para CIO telah kehilangan jejak mengenai seberapa banyak aplikasi-aplikasi cloud yang digunakan dalam perusahaan mereka. Sebagian besar menganggap perusahaan-perusahaan mereka menggunakan hingga 40 aplikasi cloud, padahal faktanya jumlahnya mencapai 1.000.
"Kesenjangan ini dapat menyebabkan lemahnya kebijakan dan prosedur tentang cara para karyawan mengakses layanan-layanan cloud, yang pada akhirnya dapat membuat aplikasi-aplikasi cloud lebih berisiko," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait: