Studi HSBC Power of Protection 2017 menyebutkan, hanya 35% masyarakat Indonesia yang telah memiliki pengelolaan keuangan dengan baik. Sementara sebagian besar lainnya mengaku belum memiliki antisipasi yang memadai jika terjadi peristiwa tidak terduga yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan mereka.
"Lebih dari 70% menyatakan tidak siap jika tiba-tiba didiagnosa terkena penyakit berat seperti kanker atau tertimpa musibah kecelakaan yang menyebabkan cacat permanen dan berdampak pada hilangnya pekerjaan," ujar Head of Wealth Management PT Bank HSBC Indonesia Steven Suryana di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Menurutnya, ketidaksiapan dalam perencanaan keuangan jangka panjang di kalangan mayoritas masyarakat Indonesia bahkan telah menyebabkan mereka harus mengorbankan kebutuhan-kebutuhan lain yang sama pentingnya.
"Jika dihadapkan pada kebutuhan pendidikan anak, 78% orang tua mengaku rela mengorbankan kesiapan dana pensiun mereka. Mengorbankan dana pensiun juga dipilih oleh 70% masyarakat Indonesia apabila sewaktu-waktu orang tua mereka sakit keras dan harus mendapatkan perawatan kesehatan berbiaya besar," jelas Steven.
Ketidaksiapan mayoritas masyarakat dalam menyiapkan perencanaan keuangan jangka panjang juga membuahkan banyak kekhawatiran dan pesimisme. Dari studi HSBC Future of Retirement 2017 terlihat bahwa Sebanyak 38% masyarakat usia kerja yang mengandalkan pendapatan bulanan, tabungan, serta deposito, merasa harus tetap bekerja di usia pensiun nanti jika tingkat suku bunga perbankan masih tetap rendah seperti sekarang. Bahkan, 55% percaya bahwa di masa pensiun nanti mereka tetap harus bekerja.
"Literasi keuangan yang masih rendah juga menjadikan sebagian besar masyarakat belum memiliki pengetahuan yang lengkap tentang produk-produk keuangan apa saja yang tepat untuk mendukung terwujudnya aspirasi-aspirasi mereka serta mengantisipasi kejadian-kejadian tak terduga," tutur Steven.
Dalam studi HSBC tersebut juga terungkap bahwa rata-rata Milenial Indonesia mulai menabung di usia 27. Sementara untuk investasi, masyarakat Indonesia masih menganggap properti (56%) sebagai yang investasi terbaik, disusul tabungan (53%), dan pembelian saham (30%).
"Apakah persepsi itu tepat? Melalui Wealth Management yang juga menawarkan kapabilitas digital, masyarakat akan kami bantu dalam menganalisa ragam kebutuhan yang hendak dicapai, besarnya biaya yang harus disiapkan, dan produk-produk keuangan apa saja yang sebaiknya dimanfaatkan. Harus komprehensif dan tidak cukup hanya mengandalkan tabungan atau deposito saja," ungkap Steven.
Untuk menyelesaikan solusi itu, dia mengatakan, layanan Wealth Management HSBC diyakini dapat menjawab tantangan tersebut dan masyarakat dapat memperoleh edukasi dan arahan dalam membangun strategi pengelolaan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan per individu, termasuk memilih produk-produk keuangan dan mengenal manfaat serta risikonya.
Dirinya optimistis nilai-nilai layanan Wealth Management HSBC akan makin diminati jika melihat kecenderungan kalangan muda yang mulai gemar menyimpan dan memutar uang guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
"Kami ada relationship manajer yang membantu perencanaan keuangan keluarga. Ini memang didesain betul-betul untuk kebutuhan nasabah. Pilihan produk kita banyak, produk yang paling simple contohnya obligasi pemerintah. Kemarin kita berpartisipasi menawarkan ORI14 yang didesain untuk nasabah ritel jangka waktu 3 tahun dengan bunga 5,85% fix wlaupun LPS rate, suku bunga turun," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: