Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonom Dukung Peninjauan Kembali Harga Jual Listrik Swasta

        Ekonom Dukung Peninjauan Kembali Harga Jual Listrik Swasta Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi mendukung rencana peninjauan kembali perjanjian harga jual pembangkit listrik tenaga uap milik swasta, agar tarif ke masyarakat semakin terjangkau dan sekaligus menurunkan alokasi subsidi.

        "Dengan semakin terjangkaunya tarif listrik, maka akan makin meringankan rakyat dan industri pengguna listrik. Peninjauan ini sekaligus menurunkan subsidi listrik, yang jumlahnya cukup besar," kata Fahmy Radhi di Jakarta, Sabtu.

        Sebelumnya, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengimbau PT PLN (Persero) meninjau kembali perjanjian jual listrik (power purchase agreement/PPA) khusus pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik swasta (independent power producer/IPP), yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan surat jaminan kelayakan usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan.

        Fahmy mengatakan imbauan tersebut didasari adanya potensi kemahalan harga PPA IPP terhadap biaya pokok penyediaan (BPP) setempat.

        Menurut dia, atas dasar imbauan tersebut, PLN telah berhasil menurunkan PPA PLTU Cirebon dan PLTU Tanjung Jati dari enam sen dolar AS menjadi 5,5 sen dolar AS per kWh.

        "Adanya penurunan sejumlah PPA itu mengindikasikan peninjauan PPA tidak menjadi masalah serius bagi IPP," ujar peneliti senior Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM itu.

        Oleh karena itu, lanju Fahmy, penolakan Asosiasi Pengusaha Listrik Swasta Indonesia (APLSI) termasuk kekhawatiran Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan tidaklah beralasan.

        "Pak Luhut mengkhawatirkan peninjauan kontrak PPA akan menimbulkan ketidakpastian, yang bisa mempengaruhi minat investor berinvestasi di Indonesia," katanya.

        Meski demikian, ia memahami kekhawatiran Menko Luhut tersebut.

        "Namun, jika mencermati adanya beberapa IPP, yang bersedia menurunkan PPA, maka kekhawatiran Pak Luhut itu sesungguhnya agak berlebihan. Apalagi tujuan penurunan PPA itu untuk menjadikan tarif listrik semakin terjangkau masyarakat, sehingga pemerintah tidak perlu menaikan tarif listrik setidaknya hingga 2019," ujarnya.

        Menurut dia, Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada mendorong PLN tetap melanjutkan perundingan peninjauan PPA PLTU dengan IPP. (ANT)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Gito Adiputro Wiratno

        Bagikan Artikel: