Pertumbuhan bisnis infrastruktur telekomunikasi tumbuh seiring dengan pertumbuhan bisnis telekomunikasi. Pemanfaatan telekomunikasi melalui jaringan telepon seluler berkembang masif di Indonesia. Ada sekitar 200 juta pengguna aktif telepon seluler di Indonesia yang dilayani oleh tujuh operator. Apabila melihat peningkatan pengguna jaringan telepon seluler maka seharusnya ada kebutuhan penambahan infrastruktur yang lebih banyak lagi, seperti?base transceiver station?(BTS).
Peningkatan infrastuktur tersebut akan berdampak kepada peningkatan layanan untuk para pelanggan. Apalagi, mengingat setiap BTS memiliki limitasi pengguna. Misalnya supaya efektif, setiap BTS bisa menampung 1000 pengguna. Apabila BTS di Indonesia jumlahnya masih 100 ribu, sedangkan pemakainya ada sekitar 200?250 juta, artinya satu banding 2000. Masih terlampau banyak jumlah tersebut. Apabila dibandingkan dengan negara lain, jumlah yang efisien adalah satu banding 1000. Hanya saja, operator telekomunikasi di Indonesia sedang mengalami tantangan yang berat dalam meningkatkan kinerja keuangan.?
Persaingan operator telekomunikasi seluler sangat ketat, bahkan terjadi banting-bantingan harga, kira-kira terjadi sejak tahun 2007 sehingga operator tidak cukup profitabilitasnya. Konsumen senang saja dengan tarif terjangkau tersebut,?enjoy?dengan tarif murah. Namun ada sisi lainnya, kualitas harus terus ditingkatkan. Apabila direfleksikan ke bisnis infrastruktur, artinya?opportunity?ke depan masih cukup besar. Profit yang cukup akan mendorong ekspansi dan penambahan infrastruktur. Kita melihat ada operator yang kembali ekspansi di tahun ini.?
Tower Bersama Group (TBG) menargetkan sebanyak 2.700 BTS pada tahun 2017 ini. Saya rasa bisa mencapai target tersebut, bahkan bisa lebih dari itu karena ternyata salah satu operator mulai aktif mengembangkan infrastruktur. TBG adalah salah satu penguasa pasar menara independen yang terbesar di Indonesia, penguasaan sekitar 30?35%. Adapun pemain menara telekomunikasi tidak sedikit di Indonesia. Pemain besarnya ada sekitar 4 perusahaan, sedangkan lainnya kecil-kecil dengan kepemilikan menara di bawah 1000.?
Dalam menjalankan bisnis infrastruktur telekomunikasi ini, TBG tidak selalu mulus. Bisnis yang mengikuti pertumbuhan ekspansi industri telekomunikasi kemanapun ini kadang-kadang harus berhadapan dengan lingkungan pembangunan menara yang kurang bersahabat. Namun, justru dengan adanya masalah, menjadi munculnya peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan. Salah satunya, dalam bernegosiasi maupun hal lainnya sehingga persoalan-persoalan bisa diatasi. Orang lain mungkin tidak bisa, tapi kita bisa karena pengalaman yang perusahaan alami.
Kalau saya melihat, kadang-kadang persoalan itu membuat kita lebih kuat, mau belajar, disiplin, bersungguh-sungguh, dan kreatif yang kemudian direfleksikan ke perusahaan. Akhirnya, karyawannya pintar karena?company-nya pintar. Itulah yang menjadi keunggulan dan?opportunity?buat perusahaan.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman menghadapi masalah, beberapa langkah yang dilakukan oleh perusahaan adalah adanya regionalisasi?(regional office). Perusahaan menjadi lebih dekat dengan?government?dan lebih mengerti dengan masyarakat. Kita juga mencoba berpikir melakukan?corporate social responsibility?(CSR) yang bermanfaat untuk masyarakat di sekitar tower. Kita juga memikirkan cara berkontribusi ke masyarakat, antara lain memberikan bantuan kesehatan. Akhirnya masyarakat menilai perusahaan tidak hanya ada sebagai perusahaan saja, tapi juga melihat perusahaan yang memberikan manfaat bagi sekitarnya. Hal-hal lain, antara lain pendekatan kita ke?government. Perusahaan yang memberikan?added value?untuk?government?untuk lebih maju akan menjadi pertimbangan. Seperti di Tangerang Selatan, kita sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda), kita berikan aplikasi Smart City. Aplikasi ini membuat pemda melakukan hal-hal yang positif. Selain di Tangerang Selatan, ada pula kerja sama Smart City di Belitung.
Sebagai perusahaan yang menguasai pasar terbesar, TBG tetap waspada terhadap perubahan yang terjadi di sekitar. Sebagai perusahaan dalam kondisi perubahan bisnis yang sangat cepat, TBG tidak boleh arogan Oleh karena itu, kita pergi ke berbagai acara. Misalnya, kita pergi ke Barcelona jika ada pameran. Kita ingin tahu perubahan yang terjadi pada industri ini, adakah perubahan?equipment?dan melihat dampak serta risikonya terhadap perusahaan.?
Perkembagan zaman menuntut kita untuk melakukan transformasi. Kita melakukan transformasi menjadi?infrastructure company. Sepuluh tahun lalu, perusahaan yang unggul, contohnya seperti kuli infrastruktur. Berbeda dengan sekarang, yang lebih banyak berperan, proaktif, dan memberikan benefit lebih kepada pelanggan. Misalnya, kita memberikan penawaran lokasi tower yang bisa memberikan?revenue?lebih banyak kepada operator seluler. Kita tidak hanya membangun tower saja, tapi kita memberikan gambaran potensi?market?di wilayah tersebut jika?marketing?dari operator telekomunikasi jago menarik konsumen.
Prinsipnya, transformasi yang kita lakukan adalah mengambil alih peran yang dulu kebanyakan operator telekomunikasi lakukan, contohnya pemilihan lokasi. Dengan demikian, operator telekomunikasi bisa betul-betul fokus ke?akuisisi customer, marketing, promotion?dan lain sebagainya. Mereka tidak perlu pusing, tinggal tidur nyenyak. Semua urusan yang berkaitan dengan?community issue, listrik, dengan segala macam tinggal tahu beres.?
Di era pemerataan infrastruktur, termasuk infrastruktur telekomunikasi hingga pulau-pulau yang susah dijangkau, tidak menyurutkan perusahaan melayani permintaan para operator telekomunikasi. Kita memosisikan diri sebagai perusahaan yang bisa diandalkan,?remote area?sekalipun. Mungkin bagi perusahaan telekomunikasi menjadi program CSR, kami juga setengah CSR. Minimal impas. Pokoknya kita support, yang lain mungkin tidak berani.?
(Disarikan dari wawancara 6 September 2017)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: