Pembuat pesawat asal Eropa, Airbus SE, tengah mengembangkan teknologi pesawat automasi yang memungkinkan satu kru pesawat saja untuk mengoperasikan pesawat terbang komersial. Dengan demikian, biaya atau tiket penumbang bisa lebih terjangkau.
Kepala Divisi Teknologi Airbus, Paul Eremenko, menyatakan langkah disrupsi ini dilakukan untuk kemajuan perusahaan,?salah satunya untuk menekan biaya kru pesawat di masa mendatang. Perusahaan akan fokus pada pengembangan pengoperasian pilot tunggal sebagai pilihan yang menjanjikan. Teknologi ini juga dikembangkan sejalan dengan visi perusahaan dalam memproduksi pesawat terbang komersial tanpa awak.
Perusahaan menjajaki kerja sama dengan beberapa perusahaan TI terkemuka, termasuk perusahaan asal Cina, Baidu Inc., untuk menjajaki kemungkinan penerapan teknologi mobil tanpa awak di industri penerbangan.
Demi memuluskan cita-citanya, perusahaan sepakat untuk membangun fasilitas pusat inovasi di Selatan Shenzhen, Cina pada pekan lalu. Fasilitas ini akan membantu perusahaan dalam mempercepat penelitian tentang masa depan industri penerbangan.
Penelitian akan berfokus pada desain sistem kedirgantaraan, desain regulasi yang memungkinkan transportasi udara di perkotaan. Industri kedirgantaraan saat ini tengah gencar mengembangkan teknologi pesawat tanpa awak pilot. Ini merupakan upaya dalam mengantisipasi kekurangan jumlah pilot di masa depan. Pembuat pesawat terbang asal Amerika Serikat, Boeing Co., memperkirakan kebutuhan pilot untuk penerbangan kapal terbang komersial dalam 20 tahun ke depan mencapai 637.000 pilot.
Eremenko menyarakankan untuk merekrut lebih banyak kru pesawat karena sejak industri penerbangan berjalan, hanya ada 200.000 pilot yang dilatih. Airbus sendiri memiliki divisi bisnis bernama Urban Air Mobility yang fokus pada pengembangan teknologi penerbangan, mulai dari helikopter hingga drone.
Unit usaha lainnya, yaitu A3, tengah mengembangkan taksi udara Vahana yang ditargetkan uji coba paling lambat akhir tahun 2017. Taksi udara tersebut diperkirakan dapat menghemat waktu perjalanan warga perkotaan dengan jarak tempuh rata-rata 50 mil.
Alvin Lee, pakar penerbangan yang sempat menjadi politisi PAN, melihat teknologi automasi yang ada saat ini sudah memungkinkan seorang pilot tanpa didampingi co-pilot mengoperasikan semua panel navigasi di kokpit, pun sistem navigasi pesawat. Namun untuk kabin kru, masih panjang jalannya.
?Masih panjang prosesnya. Bukan saja soal teknologi, tapi ada banyak instrumen pendukungnya, perangkat regulasi lalu lintas penerbangan, organisasi, aspek sosial, dan keamanan. Selain itu, banyak pertimbangan dan kesepakataan yang harus dibahas sampai ke level lintas negara. Keamanan juga, jangan sampai ini disalahgunakan untuk kepentingan terorisme, misalnya. Kemudian aspek sosial, jangankan bicara pesawat tanpa pilot, mobil tanpa pilot (automasi penuh) saja masyarakat Indonesia tidak siap, meski di Singapura sudah ada yang pernah mencobanya,? jelas Alvin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: