Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Skandal Suap Airbus, Negara Seharusnya Dapat Kompensasi

Skandal Suap Airbus, Negara Seharusnya Dapat Kompensasi Kredit Foto: Reuters/Pascal Rossignol
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus suap oleh Airbus tidak hanya terjadi pada maskapai pelat merah, seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saja, tapi juga terhadap sejumlah maskapai di empat negara lainnya.

Diketahui, berdasarkan hasil investigasi SFO Airbus atas pelanggaran UK Bribery Act 2010 terhadap anak perusahaan Airbus yang berada di Inggris.

Dari hasil tersebut menyatakan Airbus juga menyuap sejumlah petinggi maskapai di Ghana, Taiwan, Sri Lanka, dan Malaysia. Selain itu, SFO menyepakati untuk menunda penuntutan kasus Airbus melalui mekanisme DPA.  Baca Juga: Penumpang Pesawat Domestik Anjlok 59,15% Selama Januari-Oktober

Syaratnya, Airbus SE bersedia mengakui perbuatan, melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan, serta membayar denda sejumlah 991 juta euro kepada SFO.Baca Juga: Pandemi Hancur Leburkan Sektor Penerbangan, Etihad Airways PHK Massal

Keberhasilan investigasi SFO tidak lepas dari peran Indonesia khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menyuplai informasi kunci kepada SFO untuk membongkar kasus suap ini. 

Atas peran itu, Indonesia dan empat negara korban lain seyogianya berhak memperoleh kompensasi atas kasus suap ini yang sangat merugikan dan merusak reputasi maskapai pelat merah Indonesia. 

Namun sayangnya, sampai saat ini Indonesia belum menerima kejelasan terkait kompensasi atas kerugian yang diderita.

Upaya Indonesia dan negara-negara korban itu sejalan dengan semangat dari United Nations Convention against Corruption (UNCAC).

Konvensi ini mewajibkan pemberian kompensasi kepada korban kejahatan korupsi, termasuk penyuapan.

Selain itu, upaya ini sejalan dengan prinsip umum SFO untuk memberikan kompensasi kepada negara korban dalam kasus penyuapan. 

Code of Practice DPA Inggris juga memperhitungkan kompensasi kepada korban sebagai salah satu pertimbangan penentuan nilai DPA.

Isu mengenai pentingnya pemenuhan hak negara korban dalam kasus penyuapan juga telah diangkat dalam pertemuan UNCAC tanggal 17 November 2020, mengingat penyuapan telah merugikan perekonomian negara secara signifikan.

“Solusi yang ditempuh untuk menyelesaikan kasus penyuapan melalui mekanisme DPA harus memperhatikan kepentingan dan hak masyarakat negara korban.” demikian disampaikan Delegasi Indonesia pada pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ditulis, Selasa (8/12/2020).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: