Reputasi adalah kenyataan sehari-hari bagi pribadi maupun perusahaan. Pentingnya reputasi paling mudah diilustrasikan melalui peristiwa kehilangan reputasi. Beberapa tahun yang lalu, kita dihebohkan dengan kasus seorang motivator kondang, konsultan, dan pimpinan perusahaan yang tidak mengakui anak dengan istri pertamanya. Hal itu jelas menghancurkan reputasinya sebagai pribadi ?super? yang telah dibangunnya begitu lama. Dalam jangka waktu yang pendek, dia menghentikan acara tevenya, menjadi bahan pembicaraan miring, dan sekarang tidak terdengar lagi beritanya. Contoh lainnya, salah satu perusahaan penerbangan besar di Indonesia yang memiliki reputasi buruk dalam hal kualitas layanannya, yaitu terlalu sering delay. Hal tersebut menyebabkan maskapai sering diolok-olok?dengan jargon ?Late is Our Nature?. Penerbangan tersebut masih ramai penumpang karena menawarkan harga yang rendah, tetapi banyak pula pengguna jasa penerbangan yang menghindari penerbangan tersebut dan menggunakan penerbangan lain walau menawarkan harga yang lebih tinggi.
Reputasi jelas merupakan aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai reputasi baik menarik lebih banyak calon karyawan yang berkualitas. Media massa tertarik untuk meliput berita dari perusahaan dengan reputasi yang baik secara gratis sehingga mengurangi biaya komunikasi perusahaan. Produk yang diluncurkan oleh perusahaan dengan reputasi yang baik akan lebih mudah diterima oleh konsumen sehingga biaya peluncuran produk dengan mereknya akan lebih rendah. Berbagai kajian mendapatkan hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas dengan reputasi perusahaan yang menawarkan produk. Karyawan dan konsumen akan lebih mudah "engaged" dengan perusahaan.
Dengan demikian, salah satu pilihan strategi bagi perusahaan adalah membangun reputasinya. Kita tahu bahwa untuk membangun reputasi memerlukan waktu yang panjang. Sementara, untuk merusaknya hanya cukup dengan membuat satu kesalahan fatal. Dengan begitu, dalam waktu yang singkat reputasi sebuah perusahaan bisa hancur. Oleh sebab itu, perusahaan perlu memahami konsep reputasi perusahaan dan faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga bisa mengembangkan strategi yang efektif untuk membangun reputasi mereka. Penelitian Consumer Based Corporate Reputation oleh MRI ini bermaksud membangkitkan (kembali) minat perusahaaan pada topik yang penting ini dan mendorong perusahaan-perusahaan mengelola reputasinya secara aktif untuk keberhasilan bisnisnya. Ketika perusahaan membangun reputasinya, semestinya semua pihak, khususnya konsumen, diuntungkan karena konsumen adalah stakeholder terpenting dari bisnis. Oleh sebab itu, penelitian ini dimulai dengan target perwakilan mereka.
Apa yang secara teknis dimaksud dengan corporate reputation? Pemahaman konsep (istilah teknis konstruk) reputasi memerlukan diskusi teknis yang panjang. Namun, satu definisi sederhana dari suatu sumber yang berotoritas dapat sangat membantu, yaitu "a collective assessment of the attractiveness of a firm to a specific stakeholder group relative to a reference group of peers"?(The Oxford Handbook of Corporate Reputation, 2012). Dengan kata lain, reputasi perusahaan adalah penilaian kolektif daya tarik suatu perusahaan bagi suatu kelompok stakeholder relatif tertentu dengan suatu kelompok referensi yang setara. Penilaian tersebut bisa berasal dari persepsi terhadap identitas perusaahan dan kesan terhadap citra perusahaan?yang tercipta dari tindakan-tindakan nyata maupun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh perusahaan (misalnya, kerusakaan lingkungan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia) atau berbagai kegiatan eksternal lainnya.
Dalam survei Corporate Reputation ini, MRI menggunakan sembilan atribut yang berusaha menangkap kekuatan dan kelemahan reputasi berbagai perusahaan yang dikenali masyarakat. Kekuatan reputasi setiap perusahaan diukur dengan menggunakan skala Likert 1 hingga 7 (1 artinya perusahaan "sangat buruk" dalam atribut yang dipertanyakan, sedangkan 7 artinya perusahaan "sangat baik" dalam atribut tersebut).?
Atribut-atribut reputasi yang digunakan dalam survei adalah sebagai berikut.
Untuk mendapatkan kekuatan reputasi keseluruhan suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, diciptakan nilai rata-rata dari kesembilan atribut yang dimiliki perusahaan. Untuk memudahkan membaca hasil penelitian, nilai pencapaian suatu perusahaan sudah dikalibrasikan dengan nilai maksimal 100%.
Pemilihan sampel survei menggunakan metode multistage random sampling, yaitu melakukan pemilihan responden secara random (probability sampling) dengan bertahap, dari pemilihan lokasi survei, tempat tinggal responden, hingga satu responden per tempat tinggal. Pengumpulan data dari responden menggunakan instrumen kuesioner terstruktur, melalui wawancara tatap muka di rumah responden. Setiap responden diminta memberikan persepsinya terhadap tiga nama perusahaan yang paling mereka kenal dari maksimal sembilan sektor industri. Wawancara berlangsung sekitar 45 menit per responden. Survei dilakukan di enam kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bandung, dan Semarang dengan jumlah sampel total sebesar 2000 responden. Pekerjaan lapang dilaksanakan pada September 2017.
Pada survei Corporate Reputation yang pertama kali ini, survei baru melibatkan 14 industri sebagai berikut.
- Bank konvensional (BUKU I, BUKU II, BUKU III, BUKU IV)
- Bank syariah
- Asuransi
- Multifinance
- Sekuritas
- Transportasi
- Telekomunikasi
- Minyak & gas
- Properti
- Otomotif
- Retail
- Consumer
- Goods
- Farmasi
- E-commerce
Responden penelitian adalah perwakilan dari masyarakat target pasar dari berbagai industri B2C yang disurvei, yaitu laki-laki dan perempuan yang berusia 21?60 tahun dan berasal dari kelas sosial ekonomi menengah atas (kelas ABC+). Kelas sosial ekonomi ditetapkan berdasarkan pengeluaran rumah tangga dan kepemilikan berbagai barang di rumah tangga responden. Untuk meminimalkan bias, responden survei tidak melibatkan mereka yang bekerja pada industri-industri tertentu.?
Warta Ekonomi menampilkan hasil penelitian lebih detil. Namun, secara keseluruhan reputasi perusahaan-perusahaan di Indonesia ternyata sudah cukup memadai, yaitu berkisar antara 69% hingga 84% dengan rata-rata 77%. Dari 17 kategori industri yang disurvei, industri consumer good tampil dengan reputasi paling kuat; sebaliknya, industri perbankan menengah memiliki reputasi paling?lemah. Jika 17 industri tersebut dikelompokkan menjadi finansial dan nonfinansial, kelompok industri finansial yang seharusnya memerlukan kekuatan reputasi yang lebih, tampak malah masih tertinggal (73%) dibandingkan dengan industri nonfinansial (81%).
Banyak insight menarik dari hasil penelitian. Ketika para pemenang industri-industri dalam kelompok finansial, ternyata atribut yang membedakan berbagai perusahaan pemenang di mata konsumen yang utama adalah kualitas produk versus kredibilitas perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan tertentu membangun reputasinya dari kualitas produk, sementara yang lain dari kredibilitas perusahaan mereka. Sedangkan di sektor-sektor nonfinansial, di mata konsumen, polarisasi reputasi perusahaan terutama adalah dari value for money produk atau layanan perusahaan di satu sisi, dan lingkungan kerja perusahaan di sisi yang lain. Apa kekuatan-kekuatan reputasi suatu industri dan siapa yang memimpin dalam berbagai kekuatan itu adalah bagian dari kajian Consumer Based Corporate Reputation Study 2017.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: