Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        2017, BCA Kucurkan Kredit Rp468 Triliun

        2017, BCA Kucurkan Kredit Rp468 Triliun Kredit Foto: Agus Aryanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Bank Central Asia Tbk atau BCA pada? 2017 menyalurkan kredit sebesar Rp468 triliun, meningkat 12,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kontribusi terbesar disumbangkan oleh kredit segmen korporasi yang tumbuh 14,5% menjadi Rp177,3 triliun.

        "Pada triwulan akhir 2017, BCA melihat tingginya pencairan kredit korporasi sejalan dengan siklus peningkatan permintaan kredit pada akhir tahun," ujar Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Kamis (8/3/2018).

        Dijelaskannya, untuk segmen korporasi, jenis usaha yang paling menonjol ialah jasa keuangan. Pada 2017, banyak permintaan dari perusahan finance dan perbankan lainnya untuk meminjamkan kembali dananya ke BCA.

        "Perkebunan, pertanian permintaannya cukup besar dibandingkan 2016 ke 2017, pembangkit energi dan tenaga listrik, distribusi riteler toserba, minyak nabati, hewani, cpo. Yang agak menurun kimia dan plastik, transportasi, logistik, bahan bangunan seperi besi konstruksi lainnya, hasil kayu, dan pertambangan seperti migas," jelasnya.

        Sementara segmen komersial dan ukm menjadi penopang kedua setelah segmen korporasi. Tercatat kredit di segmem komersial dan ukm tumbuh 10,3% menjadi Rp167,5 triliun.

        Kredit konsumer tumbuh 12,1% menjadi Rp122,8 triliun didukung oleh produk-produk kredit konsumer yang kompetitif. Pada portofolio kredit konsumer, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) meningkat 14,2% menjadi Rp73,0 triliun dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) naik 10,0% menjadi Rp38,3 triliun pada 2017. Pada periode yang sama, outstanding kartu kredit meningkat 6,9% menjadi Rp11,5 triliun.

        Adapun untuk rasio kredit bermasalah (NPL) BCA tetap terjaga pada level yang relatif rendah yaitu 1,5% pada akhir 2017. "Artinya, kalau NPL terus dijaga rendah itu enggak berani risk taker artinya bisa menghilangkan opportunity profit.? Enggak boleh NPL harus 0 persen ya enggak juga. Pokoknya wajar," tutip Jahja.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fauziah Nurul Hidayah

        Bagikan Artikel: