Dalam lawatan ke Selandia Baru, Presiden Joko Widodo dituding tidak hormat oleh kolumnis Audrey Young melalui tulisannya yang berjudul?"Visiting leaders show disrespect by failing to share platform with Jacinda Ardern" di harian NZ Herald, Minggu (25/3/2018). Dubes Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya, mengklarifikasi tudingan tersebut.
Dubes Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya, mengatakan pihaknya sudah melayangkan protes keras kepada si penulis dan mendesaknya untuk membuat klarifikasi karena apa yang dia tulis tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya.
"Kami sangat kecewa dengan pemberitaan yang ditulis oleh Audrey Young yang dibuat tanpa dukungan fakta dan konfirmasi baik dari pemerintah Selandia Baru maupun KBRI Wellington selaku perwakilan Pemerintah Indonesia," ujar Tantowi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Tantowi mengungkapkan kekecewaannya terhadap tulisan yang dibuat berdasarkan asumsi si penulis tersebut karena telah menciptakan persepsi yang salah tentang Presiden Joko Widodo. Dituliskan bahwa Presiden menolak untuk berjumpa dengan pers dan menolak untuk memberikan penjelasan setelah pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Jacinda Ardern di Gedung Parlemen, 19 Maret 2018. Sikap ini kemudian diterjemahkan pula sebagai sikap tidak hormat Presiden. Satu pendapat yang sangat pretensius.
"Yang benar, keputusan untuk tidak membuat keterangan Pers adalah usulan dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru yang kemudian diadopsi menjadi keputusan bersama," terang Tantowi.
Untuk konsumsi publik, hasil-hasil pertemuan akan disarikan dalam pernyataan bersama (joint statement) yang akan dimuat di website resmi kedua negara. Sebagai tamu, kami menghargai posisi yang diambil oleh tuan rumah. Kami mendukung sepenuhnya karena tidak ada yang salah dengan sikap tersebut.
Tulisan bahwa Presiden Joko Widodo menolak untuk berkomunikasi dengan media adalah pendapat pribadi Audrey Young yang tidak didukung oleh bukti dan fakta. Joko Widodo adalah orang biasa pertama yang menjadi Presiden Indonesia. Sebagai Presiden dari negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Joko Widodo menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan indepensi Pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Menurut Tantowi, lawatan Presiden Joko Widodo ke Selandia Baru, setelah terakhir Presiden Indonesia berkunjung 13 tahun lalu, adalah lawatan yang sukses dan produktif. Ini adalah buah dari persiapan matang yang dilakukan oleh tim kedua negara jauh-jauh hari sebelumnya. Kunjungan kenegaraan yang dilaksakan tanggal 18 dan 19 Maret ini dalam rangka merayakan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Selandia Baru.
"Kami sangat puas dengan pelayanan, penyambutan, dan perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Selandia Baru," ujar Tantowi.
Dalam kurun waktu 60 tahun hubungan Indonesia dan Selandia Baru, banyak yang sudah dicapai oleh kedua negara, dari mulai perdagangan, investasi, pendidikan, pertanian, pariwisata, penanganan bencana, politik, sampai dengan kerja sama di bidang pertahanan dan kontra terorisme. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan derajat hubungan dari Strategis ke Komprehensif. Kedua negara juga berkomitmen untuk meningkatkan perdagangan dari NZ$1.6 milyard ke NZ$4 milyard sebelum 2024.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu