Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tekanan Inflasi di Sumut Karena Bahan Makanan

        Tekanan Inflasi di Sumut Karena Bahan Makanan Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
        Warta Ekonomi, Medan -

        Kepala Bank Indonesia Wilayah Sumut, Arief Budi Santoso mengatakan, pada Maret 2018, inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 0,56% (mtm). Realisasi ini tercatat lebih tinggi dibandingkan historis inflasi pada bulan Maret selama 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,22% (mtm) dan lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi Nasional sebesar 0,20% (mtm).?

        "Tekanan terhadap inflasi Sumatera Utara terutama berasal dari komoditas bahan makanan. Secara spesial, inflasi terjadi di seluruh kota sampel IHK di Sumatera Utara," katanya, Selasa (3/4/2018).?

        Dikatakannya, inflasi tertinggi tercatat di kota Sibolga sebesar 0,79% (mtm), disusul oleh kota Medan, Padangsidimpuan dan Pematangsiantar yang masing-masing sebesar 0,61% (mtm), 0,33% (mtm) dan 0,17% (mtm). Berdasarkan realisasi tersebut, inflasi tahun kalender Sumatera Utara tercatat sebesar 0,36% (ytd) sementara inflasi tahunan tercatat sebesar 3,91% (yoy).

        "Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari kelompok volatile food (VF) yang tercatat mengalami inflasi sebesar 1,23% (mtm) dan memberikan andil inflasi sebesar 0,42%. Realisasi inflasi VF ini jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 3,44% (mtm) dan rata-rata historis selama 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar -0,49% (mtm)," ujarnya.

        Inflasi komoditas VF terutama didorong oleh komoditas cabai merah dengan inflasi 20,91% mtm dan andil inflasi 0,59% (mtm). Meskipun mengalami surplus produksi, namun sebagian besar cabai merah dijual ke luar provinsi sehingga mengganggu pasokan di Sumatera Utara. Secara tahunan, inflasi VF tercatat 7,14% (yoy), sedikit dibawah rata-rata inflasi tahunan bulan Maret 3 tahun terakhir sebesar 7,45% (yoy).

        "Di sisi lain, tekanan inflasi inti/core (C) tercatat mereda dari 0,28% (mtm) pada bulan Februari menjadi 0,18% (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,09% (mtm). Realisasi ini juga lebih rendah dibandingkan rata-rata historis 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,32% (mtm). Tekanan inflasi inti terutama didorong oleh inflasi mobil sebesar 0,56% (mtm), mengindikasikan perbaikan daya beli masyarakat," katanya.

        Sementara itu kelompok administered prices (AP) mengalami inflasi sebesar 0,22% (mtm) dengan memberikan andil 0,06% (mtm). Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi 0,08% (mtm) dan rata-rata historis 3 tahun terakhir yang deflasi 0,49% (mtm). Laju inflasi AP yang tinggi bersumber dari komoditas bensin yang mengalami inflasi 0,97% (mtm) dan memberikan andil inflasi 0,04% (mtm).?

        "Hal ini disebabkan kenaikan harga bahan bakar Pertalite dan Solar non-subsidi masing-masing sebesar Rp200 per liter per tanggal 24 Maret 2018," ujarnya.

        Ke depan, tekanan inflasi pada tahun 2018 diperkirakan tetap terjangkar pada sasarannya yaitu 3,5?1%. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia di level provinsi maupun Kabupaten Kota dalam mengendalikan inflasi akan terus diperkuat terutama sebagai antisipasi meningkatnya inflasi volatile food.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Khairunnisak Lubis
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: