Pemerintah saat ini tengah mengupayakan diversifikasi pasar (negara tujuan ekspor) produk perikanan ke berbagai negara. Pasalnya, perusahaan perikanan terus tumbuh, namun sebagian besar masih bergantung pada pasar Amerika yang kini mulai jenuh.
Uni Eropa pun menjadi target pemasaran produk perikanan Indonesia. Akan tetapi, Unit Pengolahan Ikan (UPI) masih menemui berbagai hambatan untuk memasuki pasar UE tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan agar dapat memasuki pasar Uni Eropa, perusahaan eksportir harus mengantongi approval number (Nomor Izin Ekspor ke Uni Eropa) yang dikeluarkan langsung oleh otoritas Uni Eropa. Approval number tersebut dapat diberikan kepada perusahaan mana saja yang telah lolos audit dan masuk klasifikasi yang mereka tentukan.
"Saya tegaskan, KKP tidak bisa mengeluarkan izin ekspor ke Eropa. Itu bukan kewenangan kita," tegas Menteri Susi dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, Senin (23/4/2018).
Meskipun demikian, Susi mengatakan pemerintah terus mengupayakan tambahan approval number bagi perusahaan Indonesia yang dikoordinasikan dengan Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I). Dari koordinasi tersebut diketahui bahwa memang saat ini kuota ekspor Indonesia ke Uni Eropa dibatasi.
"Kalau mau (kuota ditambah) kita harus membuat perbaikan-perbaikan. Dari Kementerian (KKP) Permen (Peraturan Menteri) yang dibutuhkan, sudah saya buat. Tinggal perusahaan (UPI) itu siap diaudit atau tidak,"?ujarnya.
Susi juga mengimbau agar perusahaan-perusahaan perikanan Indonesia yang belum mempunyai approval number untuk memperbaiki kualitasnya dan yang telah punya agar menjaganya dengan baik.
"Saya jadi pengusaha ikan, punya pabrik, punya approval number. Sampai saat ini saya jaga walaupun sudah 15 tahun tidak ekspor. Kenapa pabriknya saya jaga, saya bersihkan? Supaya kalau ada audit setiap tahun perpanjangan kita siap," ungkapnya.
Untuk mendapatkan approval number Uni Eropa, ada berbagai kriteria yang harus dipenuhi UPI Indonesia. Standar kebersihan, prosedur, dan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) harus sesuai dengan yang dipersyaratkan. Persyaratan Uni Eropa sangat ketat dibanding dengan negara lain sehingga harus memenuhi persyaratan HACCP dengan grade A untuk semua produk, di antaranya untuk produk ikan segar (fresh product), produk perikanan beku (frozen product), ikan kering (dried product), maupun produk kaleng (canned product).
Ketertelusuran (traceability) produk perikanan dari hulu, penanganan saat proses penangkapan atau budi daya, sistem pemberian makan (feeding) bagi budi daya dan penanganan di atas kapal bagi hasil tangkapan, hingga sampai di unit pengolahan harus terjamin.
Tak hanya pengolahan, perusahaan tambak maupun penanganan ikan di atas kapal harus memenuhi persyaratan Uni Eropa dan disertifikasi. Selain hal teknis tersebut, dalam pelaksanaan pengolahan maupun penanganan harus mengantongi sertifikasi untuk memastikan tidak terjadi perbudakan (slavery) dan pelanggaran HAM (Human Right) pada pekerjanya, tidak terjadi pengrusakan lingkungan pada prosesnya, serta memastikan mutu dan keamanan produk untuk dikonsumsi.
Oleh karena itu, para pengusaha perikanan diminta untuk aktif mengupayakan approval number, tak hanya mengandalkan pemerintah.
"Kita (pengusaha perikanan) persiapan, bekerja, meminta, bikin surat, aktif jadi pengusaha. Pemerintah (membantu) memfasilitasi itu. Pemerintah pasti mendukung ekspor. Oleh sebab itu, Peraturan Menteri dibuat agar traceability kita jelas. Lalu, illegal fishing diberantas agar Uni Eropa tidak mengeluarkan yellow card," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah