Pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III/Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) pada Rabu-Jumat (25-27/7/2018, akan diluncurkan SMSI News Room yang diprakarsai Ketua Umum SMSI Auri Jaya.
Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (23/7/2018), SMSI News Room merupakan tempat bagi jurnalis, baik itu reporter, editor, redaktur, dan produser, beserta dengan staf lainnya, bekerja bersama-sama untuk mengumpulkan berita yang selanjutnya dipublikasikan melalui koran atau majalah, atau dipancarkan melalui televisi, kabel, atau radio.
Merujuk diskusi dengan Ketua Umum SMSI, Auri Jaya, dan Sekretaris Jenderal SMSI,?Firdaus, untuk sementara, SMSI akan meluncurkan news room generasi ketiga. Alasannya, masih minimnya ketersediaan database dan konten yang dimiliki di Indonesia.?
Terlebih, news room 4.0 membutuhkan data dan konten internet yang terekam dengan baik. Namun, dalam perkembangannya, news room SMSI akan menyiapkan divisi riset dan mengelaborasi dalam CMS yang dimilikinya sehingga bermetaformosis menjadi news room 4.0.
Meskipun demikian, news room 3.0 yang akan digunakan SMSI akan dapat mengefektifkan sumber daya manusia. Terlebih, bagi pemilik media siber sudah tentu akan sangat terbantu dalam peningkatan kualitas konten sesuai segmentasi media siber di daerah.
SMSI news room bukan menjadi kompetitor para pemilik media siber, namun akan bersinergi dan bekerja untuk banyak media. SMSI news room harus bisa memutuskan bahwa sebuah berita memang tepat dan layak dipublikasikan di media tertentu. SMSI news room juga harus memastikan bahwa bahasa yang digunakan cocok untuk segmentasi media anggotanya.
Seperti diketahui, dalam perkembangannya, news room telah berevolusi hingga bentuk keempat yang dikenal dengan?news room?generasi 4.0. Sebelumnya,?news room?1.0,?news room?2.0, dan?news room?3.0. News room generasi pertama merupakan alur kerja dengan banyak jurnalis, banyak redaktur, dan banyak media massa. Dalam alur kerja ini, masing-masing jurnalis mengumpulkan berita untuk redaktur dan media massa yang spesifik. Bukan hanya spesifik secara jenis medianya saja, tetapi juga spesifik secara jenis beritanya, baik di tingkat jurnalis maupun di tingkat redaktur. Sehingga news room generasi pertama mensyaratkan banyak sumber daya manusia.
Sedangkan pada news room generasi kedua tidak memerlukan banyak jurnalis yang spesifik terhadap media. Jurnalis dituntut mampu membuat berita untuk berbagai media massa. Sedangkan yang bertugas memilah berita dan bekerja spesifik sesuai jenis medianya adalah redaktur.?
Nah, pada news room generasi ketiga strukturnya lebih ramping lagi. Dalam alur kerjanya, tidak hanya jurnalis yang dituntut mampu membuat berita untuk berbagai media massa, tetapi juga sang redaktur. Redaktur dituntut untuk mampu menguasai pengolahan informasi untuk berbagai jenis media massa. Tentu saja, alur kerja ini tidak mensyaratkan banyak sumber daya manusia.?
Sementara untuk news room generasi keempat atau 4.0 lebih canggih lagi. Selain tidak perlu banyak sumber daya manusia, sang jurnalis juga diberi kewenangan untuk langsung mempublikasikan hasil liputannya. Sedangkan tugas redaktur hanya memantau dan memberi masukan tentang apa yang ditulis sang jurnalis. Selain itu, tugas redaktur fokus memikirkan konsep media berkaitan dengan animo masyarakat terhadap informasi.
Model news room generasi keempat juga akan sangat efektif bila ditunjang oleh divisi riset yang mumpuni. Divisi riset ini tugasnya mengumpulkan berbagai data dan fakta yang terjadi di masyarakat. Sumbernya pun bukan hanya dari jurnalis semata, tetapi dari masyarakat, termasuk di dalamnya praktisi, pakar, peneliti, akademisi, hingga pemerintahan.
Pada news room generasi keempat, pengendalian (controling) di redaksi dilakukan dengan dua metode yakni pre-treatement dan post-treatement. Pengendalian pre-treatement menitikberatkan peran redaktur untuk memfilter dan menyunting bahasa dan konten reportase. Jadi, semuanya ada di tangan redaktur.
Sedang pada post-treatment, peran redaktur hanya memberi kritik dan masukan terhadap reportase jurnalis yang telah dipublikasikan di media massa. Dalam pre-treatement, kebanyakan jurnalis bergantung kepada redaktur. Terkadang, reportase yang diberikan jurnalis kepada redaktur, tidak ditulis dengan sebaik-baiknya karena jurnalis berpikir bahwa semuanya akan diperbaiki oleh redaktur sehingga seringkali kemampuan jurnalis tidak berkembang karena semuanya diserahkan kepada redaktur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: