HSBC Sarankan Perusahaan Asia Implementasikan Strategi Environmental ESG
Perusahaan Asia, terutama di Asia Tenggara, terancam risiko disisihkan dari rantai pasokan perusahaan multinasional apabila tidak mengimplementasikan strategi Environmental, Social and Governance (ESG). Pandangan ini didapatkan dari laporan yang dikeluarkan oleh HSBC, bersama dengan East & Partners, yang menganalisa gerak-gerik dan langkah yang diambil oleh 1,731 perusahaan dan institusi penanaman modal terkait strategi bisnis ESG. Riset ini didasari oleh respon dari lebih 300 perusahaan dan penanam modal di Asia ? terutama China, Hong Kong, dan Singapore.
Menurut laporan HSBC, 24% responden di Asia telah memiliki strategi untuk ESG bila dibandingkan dengan 48% perusahaan global dan 87% dari perusahaan Eropa dan UK.
"Inisiatif rantai pasokan dan tekanan pemangku kepentingan terhadap faktor penentu ESG pada perusahaan-perusahaan Asia. Laporan ini menemukan bahwa, secara global, insentif pajak dan pendapatan keuangan adalah dua pendorong terbesar bagi perusahaan yang melakukan kegiatan bisnis terkait ESG. Namun, motivasi korporasi Asia berangkat dari rekan global mereka,"
Walaupun insentif pajak adalah pendorong terbesar, perusahaan-perusahaan Asia merasa bahwa tekanan dari pemangku kepentingan dan inisiatif rantai pasokan juga berkontribusi dalam mendorong pengambilan keputusan terkait ESG.
Global Head of Sustainable Finance HSBC, Daniel Klier, mengatakan, dengan kepemimpinan Eropa dalam adopsi ESG yang semakin jelas, cukup masuk akal bahwa perusahaan-perusahaan besar akan mengharapkan perubahan serupa dalam pendekatan ESG oleh pemasok mereka.
"ASEAN semakin menjadi ?gudangnya' rantai pasokan bagi beberapa benteng sektor untuk Jerman, 1 Sustainable Financing and ESG Reporting, East and Partners, September 2008 Lembar Fakta Perancis, Inggris dan Cina, termasuk diantaranya elektronik, tekstil dan otomotif. Serta harapan mereka bagi para pemasok. Para pemasok di ASEAN yang tidak beradapatasi terhadap perubahann ini, akan beresiko ditinggalkan oleh klien mereka di Eropa,? ungkap Daniel Klier berdasarkan keterangan persnya di Jakarta, Senin (18/09/2018).
Pimpinan Green Finance HSBC di Asia, Jonathan Drew, mengatakan, penelitian menunjukkan bahwa terdapat lebih sedikit perusahaan Asia yang memiliki strategi ESG dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan global, namun, ketika mereka mencari keuangan yang terkait dengan ESG, pendanaan tersebut digunakan untuk proyek-proyek tertentu.
"Ini menempatkan perusahaan-perusahaan Asia dalam posisi yang relatif positif karena kami semakin melihat regulator, investor, dan pelanggan dalam rantai pasokan menginginkan transparansi yang lebih besar dari perusahaan, bahwa modal 'hijau' mereka benar digunakan sesuai tujuan awalnya,? ujar Jonathan.
Head of Corporate Sustainability HSBC Indonesia Nuni Sutyoko, menyatakan HSBC mendorong pemahaman dan kepedulian akan prinsip keberlanjutan dalam praktik bisnis.
"Kami berharap prinsip keberlanjutan ini dapat diterapkan secara lebih luas ke berbagai sektor.? tutup Nuni Sutyoko.
Indonesia sendiri telah melakukan beberapa langkah untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang telah ditetapkan, salah satunya dengan membuka peluang investasi swasta dalam pendanaan hijau dan surat obligasi hijau. Hal ini ditunjukkan dengan aksi nyata, sebagai negara pertama yang menerbitkan sukuk hijau berbasis keuangan keberlanjutan dan syariah, senilai USD3 miliar untuk 5/10Y.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: