Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kota di Swiss Ini Larang Penggunaan Cadar

        Kota di Swiss Ini Larang Penggunaan Cadar Kredit Foto: Reuters/Faisal Al Nasser
        Warta Ekonomi, Zurich -

        Pemilih di St. Gallen pada Minggu (23/9/2018) yang didukung oleh dua pertiga mayoritas suara menyetujui larangan menutupi wajah seperti burqa bagi perempuan, menjadikan St. Gallen menjadi kota Swiss kedua untuk melarang penggunaan cadar atau burqa.

        Penutup wajah penuh seperti niqab dan burqa adalah masalah polarisasi di seluruh Eropa, dengan beberapa alasan bahwa mereka melambangkan diskriminasi terhadap perempuan dan harus dilarang. Burqa juga sudah dilarang di Prancis dan Denmark.

        Di bawah sistem demokrasi langsung Swiss, pemilih di wilayah timur laut tersebut menuntut pengetatan hukum untuk menghukum mereka yang menutupi wajah mereka di depan umum dan dengan demikian mengancam atau membahayakan keamanan publik, perdamaian agama, dan sosial.

        Pemerintah daerah St. Gullen sekarang terpaksa harus menerapkan hasil pemungutan suara, yang menarik pemilih sekitar 36 persen, seperti dilansir dari Channel NewsAsia, Senin (24/9/2018).

        Organisasi Islam terbesar di Swiss, Islamic Central Council, merekomendasikan perempuan untuk terus menutupi wajah mereka. Pihaknya mengatakan akan memonitor secara ketat pelaksanaan larangan tersebut dan mempertimbangkan tindakan hukum jika diperlukan.

        Pemerintah federal Swiss pada bulan Juni menentang kampanye untuk pelarangan wajah secara nasional.

        Kabinet Swiss mengatakan masing-masing kota harus memutuskan masalah itu, tetapi pihaknya juga tetap akan pergi ke pemungutan suara secara nasional setelah aktivis tahun lalu mengumpulkan lebih dari 100.000 tanda tangan yang diperlukan untuk memicu referendum.

        Dua pertiga dari 8,5 juta penduduk Swiss teridentifikasi sebagai umat Kristen. Tetapi penduduk Muslimnya telah meningkat menjadi 5 persen, sebagian besar karena imigran dari bekas Yugoslavia.

        Satu kota di Swiss, Ticino yang notabene berbahasa Italia, sudah memiliki larangan serupa, sementara dua kota lain menolaknya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Hafit Yudi Suprobo
        Editor: Hafit Yudi Suprobo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: