Ekonomi provinsi Maluku Utara berhasil mencatatkan pertumbuhan di tengah situasi global yang kurang mendukung. Sektor tambang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tersebut.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, Dwi Tugas Waluyanto, mencatat perekonomian Maluku Utara tumbuh sebesar 7,31% (yoy) pada kuartal II-2018 dan berada di atas tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,27% (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi tersebut tercatat sebagai lima pertumbuhan tertinggi di kawasan timur Indonesia setelah Papua, Papua Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (30/9/2018).
Meski demikian,?sesuai siklusnya?perekonomian Maluku Utara pada kuartal II-2018 tumbuh melambat dibanding kuartal I-2018 yang tumbuh sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 disebabkan oleh melambatnya pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor luar negeri yang terjadi akibat penurunan ekspor feronikel ke China.
Realisasi PMTB pada kuartal II-2018 tercatat tumbuh 5,55% (yoy), lebih rendah dibanding kuartal I-2018 sebesar 14,15% (yoy). Pada periode sama, pertumbuhan ekspor luar negeri juga turun dari 172,00% (yoy) pada kuartal I-2018 menjadi 119,42% (yoy) pada kuartal II-2018.
Sementara dari sisi penawaran, penurunan kinerja dialami oleh lapangan usaha industri pengolahan dan pertambangan yang disebabkan oleh menurunnya produksi bijih nikel pada momen libur panjang perayaan Hari Raya Idul Fitri yang mengakibatkan berkurangnya jam kerja pegawai.
Tercatat, lapangan usaha pertambangan menunjukkan perlambatan pertumbuhan menjadi sebesar 9,06% (yoy) pada kuartal II-2018, lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal I-2018 yang sebesar 14,77% (yoy).? Bahkan, produksi nikel Antam di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara mengalami penurunan yang signifikan pada kuartal berjalan dari 302% (yoy) pada kuartal I-2018 menjadi 58% (yoy) di?kuartal II-2018.
"Memasuki kuartal III-2018, perekonomian Maluku Utara diperkirakan akan kembali mengalami perlambatan," sebutnya.
Di tengah situasi tersebut, lapangan usaha pertambangan diperkirakan akan mengalami ekspansi dan menopang pertumbuhan pada kuartal III-2018 seiring dengan perbaikan harga komoditas dunia khususnya harga nikel. Selain itu, hasil olahan feronikel juga telah menarik investor, khususnya dari China, untuk melakukan investasi pada industri pertambangan nikel.
Pabrik Nikel Raksasa
Sebelumnya, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengatakan investor China tertarik untuk membangun pabrik nikel di Maluku Utara tepatnya di Halmahera Utara. Ia menjelaskan pabrik tersebut akan mengolah nikel yang merupakan komponen dari baterai lithium untuk sumber energi kendaraan listrik.
Pada tahap awal pembangunan, investor China yang menjalin kerja sama dengan Prancis itu akan menggelontorkan dana sebesar US$5 miliar. Kemudian mereka akan kembali mengeluarkan dana investasi sebesar US$5 miliar untuk tahap kedua pembangunan pabrik baterai lithium.
"Pabrik lithium yang akan dibangun ini nantinya terkait pabrik nickel base yang ada di Halmahera. Jadi, itu akan mengambil nikel menjadi nikel murni, itu akan diekstraksi cobalt untuk baterai juga," paparnya.
Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memproyeksikan Pulau Halmahera sebagai pusat pengembangan sumber daya alam (SDA) berbasis energi bersih karena Pulau Halmahera memiliki kekayaan SDA melimpah baik pertambangan logam, perikanan, pertanian, maupun potensi panas bumi.
Selain potensi-potensi tersebut, Maluku Utara juga memiliki peluang untuk mengoptimalkan potensi tambang. Potensi tambang di Provinsi Maluku Utara terdiri atas nikel-kobal, tembaga, uranium, batubara, aluminium/bauksit, magnesit, pasir besi, emas, dan perak.
Wilayah Kepulauan Maluku merupakan penyumbang terbesar pertambangan nikel di Indonesia dengan cadangan nikel sebesar 39% dan tembaga sebesar 92,48% dari total nasional. Meski nikel dan tembaga merupakan sumber daya yang cukup potensial di wilayah ini, namun belum memiliki hasil produksi yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi.
Selama ini hasil ekstraksi produk tambang nikel dan tembaga secara umum dilakukan tanpa melalui proses pengolahan untuk memberikan nilai tambah bagi hasil produksi sehingga kontribusi sektor-sektor tersebut dalam memajukan perekonomian lokal kurang optimal. Masuknya investor China yang akan membangun pabrik baterai lithium tentu akan menjawab persoalan tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: