Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan mencetak 12.000 hektare (ha) sawah tahun ini. Namun, realisasinya hingga saat ini baru mencapai 6.402 ha.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Pending Dadih Permana, menyatakan kendala dari percetakan ini lantaran verifikasi data pada Survei, Investigasi dan Desain (SID). Dari verifikasi, lahan yang layak cetak baru 6.000 hektare.
Kementan mencatat empat tahun terakhir ini telah mencetak 215.811 lahan baru. Program ini berjalan sejak tahun 2015 yang pada tahun itu menghasilkan 20.070 ha, kemudian tahun 2016 menghasilkan 129.096, dan tahun 2017 seluas 60.243 ha.
Anggaran cetak sawah, menurut Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian Jakarta, Kementrian Pertanian, Indah Megawati, tergantung lahan dan kemudahan mengolah area tersebut. Untuk wilayah Papua dan Kalimantan sekitar Rp19 juta per ha sedankan di Jawa sekitar Rp16 juta per ha.
Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) diharapkan untuk menelusuri dugaan penyimpangan anggaran program cetak sawah Kementan yang bertujuan untuk menghentikan ahli fungsi lahan.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menegaskan jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah seharusnya melakukan audit investigatif terhadap program cetak sawah sebagai landasan penegak hukum dalam menentukan dugaan pelanggaran dan penyimpangan keuangan negara.
"Program cetak sawah ini adalah sebuah kegagalan. Bahkan, diduga ada penyimpangan sehingga tidak berhasil," kata Uchok di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Sinergitas antarlembaga penegak hukum dengan BPK, menurut Uchok, merupakan kunci dalam menelusuri dan membongkar modus dugaan penyimpangan dalam penggunaan anggaran oleh Kementan. "Aparat hukum harus kreatif menelusuri cetak sawah ini. Kerjanya menggandeng BPK l," tukasnya.
Senada, anggota Komisi IV DPR Oo Sutisna mengatakan alih fungsi lahan pertanian yang sangat masif di Jawa seharusnya menjadi dasar alasan kuat bagi Kementan melakukan evaluasi program cetak sawah dan melaporkannya ke publik.
"Kita harus segera lihat pencetakan sawah itu sudah berjalan lancar atau belum? Selama ini kan terlihat cetak sawah tergesa-gesa. Harusnya bukan hanya dilihat luasan cetak sawahnya, dipikirkan juga airnya dari mana, tingkat kesuburan tanahnya, dan kemampuan masyarakat di situ yang mau menjadi petani," tuturnya.
Politisi Gerindra ini mengatakan bupati, walikota, atau gubernur di daerah yang menjadi sasaran program cetak sawah bisa melaporkan perkembangan cetak sawah. "Apakah berjalan atau tidak, kendalanya apa, ini harus dilaporkan dong. Jangan malu kalau tidak jalan, masalahnya di mana? Jangan sampai keduluan ketahuan kita di DPR,? tuturnya.
Ia mengatakan DPR mendukung program cetak sawah, asal dilakukan tepat sasaran dan efektif. Karenanya, ia mendukung untuk adanya audit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: