Saat ini kehidupan umat beragama di Indonesia mendapat ancaman serius seiring dengan datangnya era disrupsi dalam segala bidang. Era disrupsi teknologi telah menyeret umat beragama pada perilaku berlebihan dengan dua kutub ekstrim, yaitu konservatisme dan liberalisme.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, keduanya menciptakan ancaman, tidak hanya bagi keberagamaan, tetapi juga keindonesiaan. Maka dari itu, Menag meminta para guru besar di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) mengambil bagian secara aktif dalam mewujudkan keberagaman yang damai dan moderat di Indonesia.
"Ketika informasi sudah bergerak cepat tanpa batas teritorial, pengaruh transnasionalisasi Islam membawa dampak negatif bagi kehidupan beragama dan bernegara," kata Lukman di depan 100 guru besar?PTKI dari seluruh Indonesia saat membuka acara The 2nd Islamic Higher Education Professors (IHEP) Summit di Hotel Aquilla, Bandung, Sabtu (8/11/2018).
Menurut Menag, banyak fenomena aktual, seperti maraknya dakwah dengan cara marah, kontroversi bendera tauhid, dan isu-isu keislaman politis meluncur ke hadapan publik begitu saja tanpa tinjauan akademis yang mencerahkan.
"Mengapa tak pernah ada studi yang mendalam tentang ini? Ini current issuses yang umat menunggu-nunggu," tegas Menag.
Seharusnya, lanjutnya, persoalan aktual yang terjadi harus direspons dengan pendekatan akademik yang kaya basis ilmiah. Peran guru besar tidak hanya seputar pengajaran, riset, kajian ilmiah, dan pekerjaan akademis. Tetapi yang tidak kalah penting adalah community services. Menag mengkritik para guru besar yang kurang sensitif terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.?
"Kalau pendidikan hanya dimaknai transformasi ilmu pengetahuan, maka gadget berperan lebih baik. Dalam gengaman tangan, gawai jauh lebih cepat memenuhi kebutuhan pengetahuan dan informasi, melebihi dosen dan guru besar," jelasnya.
Adapun Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengatakan, pertemuan para guru besar ini merupakan upaya Kementerian Agama (Kemenag) dalam melibatkan guru besar secara lebih mendalam dalam memecahkan persoalan fundamental dalam proses menjaga situasi beragama dan bernegara secara kondusif di tengah pengaruh global yang menarik ke arah radikalisme.
Pada pertemuan yang mengambil tema "Membingkai Agama dan Kebangsaan" ini, Kemenag mendorong para guru besar melahirkan rumusan strategis sebagai solusi problem konservatisme di berbagai level sosial di Tanah Air.
"Dedikasi para guru besar sangat fundamental dalam merespons munculnya konservatisme beragama," imbuhnya.
Sementara itu, pakar studi Islam yang menjadi dosen tetap di Monash University Australia, Nadirsyah Hosen yang hadir menjadi narasumber pada pertemuan ini mengkhawatirkan angin politik Arab Springs yang membuat negara-negara Islam bergejolak dan akan berdampak ke Indonesia dengan cara meniupkan radikalisme dan konservatisme yang merusak keberagamaan Indonesia yang pluralis.
Nadirsyah mengatakan, sekarang banyak influencer medsos yang bicara tanpa latar belakang ilmu. Ini investasi kerusakan jangka panjang. Di Amerika Serikat, yang budaya literasinya bagus, ternyata dapat ditembus oleh propaganda negatif melalui medsos. Ketika hoaks menjadi panglima dalam mengambil keputusan, maka masa depan bangsa ini dalam bahaya besar.
"Maka, guru besar harus merebut kembali wacana publik untuk masa depan agama dan negara," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: