Sependapat dengan Manan, Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berpendapat bahwa karakter pidana kasus Susrama tidak bisa digolongkan sebagai pidana biasa, sehingga yang bersangkutan dijerat hukuman seumur hidup.
Asfinawati berpendapat untuk menutupi kejahatan luar biasa seperti korupsi, Susrama melakukan kejahatan keji lainnya yaitu melakukan pembunuhan berencana.
Oleh sebab itu, Asfinawati berpendapat bahwa remisi yang akan diberikan kepada Susrama adalah hal yang aneh dan ganjil, mengingat Susrama tidak pernah mengakui perbuatannya.
"Maka pemotongan hukuman tidaklah pantas diterima oleh Susrama, dia tidak pernah mengakui perbuatannya sehingga dia sejatinya belum lulus menjalani sistem pemasyarakatan di lapas," kata Asfinawati.
Tanpa karakteristik kasus Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengatakan keputusan remisi Susrama, merupakan akibat dari tidak adanya "profiling" atau karakteristik kasus dalam prosedur pemberian remisi.
Bivitri menjelaskan sistem pemberian remisi dilakukan hanya berdasarkan sistem matriks atau berapa lama warga binaan sudah menjalani masa tahanan dari total lama hukuman yang diterima.
Dalam kasus Susrama, karena yang bersangkutan sudah menjadi warga binaan selama 10 tahun, maka dinilai sudah berhak mendapatkan remisi.
Kendati demikian, pemberi remisi dinilai tidak mencermati apa kasus yang menyebabkan Susrama dijatuhi hukuman seumur hidup.
Menurut Bivitri karakteristik kasus terutama putusan pengadilan atas kasus warga binaan penerima remisi, sangat penting untuk dipelajari para pemberi remisi.
Bivitri menilai bahwa remisi yang diterima oleh Susrama tidak ubahnya seperti grasi, karena pada dasarnya remisi tidak mengubah hukuman yang berdasarkan putusan pengadilan, namun hanya mengurangi saja.
"Di sini hukuman Susrama yang sebelumnya hukuman seumur hidup diubah menjadi hukuman pidana sementara, ini merupakan pegampunan model grasi bukan remisi karena remisi hanya mengurangi tanpa mengubah jenis hukuman," ujar Bivitri.
Kado terindah Keberatan masyarakat dan jurnalis terhadap Keppres 29/2018 akhirnya berakhir bertepatan dengan Hari Pers Nasional yang dirayakan setiap tanggal 9 Februari.
Hal ini disebabkan karena Presiden Jokowi akhirnya melakukan revisi Keppres 29/2018 dengan mencabut remisi untuk Susrama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: