Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 terkait dengan penyelesaian sengketa di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah resmi diterbitkan belum lama ini. Kebijakan baru ini diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, tidak berbelit-belit, dan sederhana sehingga memberikan nilai dan mudah dikontrol serta diawasi.
Disebutkan pada Perpres tersebut bahwa sengketa pada pengadaan barang dan jasa dapat diselesaikan salah satunya melalui mekanisme arbitrase, maka Institut Arbiter Indonesia (IArbI) bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyelenggarakan diskusi bertajuk short talk event Penyelesaian Sengketa di Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Kami rutin melakukan diskusi membahas kebijakan baru. Topik yang dibahas kali ini adalah Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dengan fokus pada penyelesaian sengketa. Tujuannya supaya kami, para arbiter bisa mengetahui lebih awal mengenai kebijakan terbaru. Dengan demikian, kami akan paham jika ada klien yang mengalami sengketa pada bidang tersebut," tutur Ketua IArbI, Agus Kartasasmita di sela-sela diskusi yang digelar di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Baca Juga: Giat Perkenalkan Arbitrase ke Akademisi, BANI Gandeng Unpad
Agus menjelaskan, masih ada prinsip yang perlu dikaji bersama antara pemerintah dan IArbI. "Ada? prinsip LKPP yang masih perlu pengkajian. LKPP adalah lembaga pemerintah yang dibiayai negara, dan LKPP perlu melaporkan segala kegiatannya secara transparan sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Permasalahannya, kasus yang menggunakan klausul arbitrase pasti menggunakan sidang tertutup. Dengan kata lain, sengketa tidak akan terpublikasikan dan rahasia klien tidak akan tersebar ke publik," papar Agus.
Agus menambahkan bahwa asas tertutup (confidentiality) adalah prinsip arbitrase di seluruh dunia.
"Diskusi kali ini bisa menjadi saran kepada pemerintah karena arbitrase di seluruh dunia diselenggarakan secara tertutup (confidential), persidangan hanya dihadiri pihak-pihak yang bersangkutan dan para arbiter yang mereka pilih. Kami siap jika diperlukan dalam diskusi untuk membantu pemerintah mengkaji kebijakan terkait penyelesaian sengketa," ujar Agus.
Diskusi tersebut menunjuk Mudjisantosa selaku Kepala Sub Direktorat Penanganan Permasalahan Kontrak LKPP, sebagai narasumber dan Ahmad Rizal selaku Wakil Ketua IArbI sebagai moderator. Peserta berjumlah 56 orang yang terdiri dari para arbiter, akademisi, alumni pelatihan arbitrase, dan juga publik praktisi serta pemerhati arbitrase.
Sementara itu, Mudjisantosa mengungkapkan, layanan ini berfokus pada sengketa kontrak antara kontrak pemerintah yang dibiayai dari dana APBN dan APBD, dan salah satu cara penyelesaiannya menggunakan arbitrase.
Baca Juga: Peduli pada Dunia Arbitrase, BANI Adakan Sosialisasi di Perhumasri
"Kami dengan lembaga arbitrase yang lain seperti IArbI ini dilatih oleh mereka, bagaimana kegiatan dan fungsi penyelesaian sengketa di BANI dan juga bagaimana penyelesaian sengketa di pengadilan. Saya berharap pada badan arbitrase yang lain, kita bisa saling melengkapi. Selain itu, hasil dan masukan dari diskusi ini akan kami pertimbangkan ke depannya," ujar Mudjisantosa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti