- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Pabrik Kelapa Sawit Tanpa Kebun Berpotensi Rusak Tata Niaga Sawit, Kok Bisa?
PT Unggul Widya Teknologi Lestari mengeluhkan keberadaan pabrik kelapa sawit tanpa kebun yang bermunculan di wilayah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Keberadaan pabrik itu tidak hanya menjadi pesaing, namun juga dianggap merusak tata niaga sawit.
Direktur PT Unggul, Muchtar Tanong menjelaskan, penetapan harga Tandan Buah Sawit (TBS) itu berdasarkan umur, untuk TBS yang dihasilkan dari pohon berusia di tas 10 tahun harganya lebih tinggi. Di bawah usia tersebut, misalkan 9 tahun, 8 tahun, dan 3 tahun, tentu harganya berbeda. Semakin muda usia tanaman, semakin murah harganya.
Baca Juga: Wow, Pabrik Kelapa Sawit TP Unggul di Mamuju Olah 2.100 Ton Sawit Per Hari
Sementara pabrik tanpa kebun menetapkan harga secara sembarangan, hanya berdasarkan berat TBS, dimana TBS dengan berat 10 kilo dihargai lebih mahal dibanding dengan TBS dengan berat kurang dari 10 kilo. Hal seperti itu mengakibatkan tercampurnya TBS yang dihasilkan dari pohon berumur pendek dengan TBS dari pohon berumur panjang.
?Kehadiran pabrik tanpa kebun telah merusak tata niaga harga TBS, jadi tak ada lagi batas harga berdasarkan umur,? jelas Muchtar.
Menurut Muchtar, usia pohon sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Semakin tua akan semakin banyak rendemennya. Dengen pengelompokan yang tepat, akan menghasilkan penghitungan yang semakin tepat pada target rendemen secara total 21%.
Baca Juga: 16 Juta Pekerja Sawit Terancam Kebijakan Diskriminasi Eropa
?Jadi untuk mendapatkan rendemen secara total 21% itu sangat sulit. Tapi dulu sebelum ada praktik seperti itu, 22-23% pun pernah didapat, karena sesuai tatanan yang ada,? imbuh Muchtar.
Persoalan tersebut, menurut Muchtar sudah jadi isu nasional. Itu merusak tata niaga TBS yang ada, karena dengan adanya seperti itu, menimbulkan terjadinya pencurian TBS. karena kalau dari plasma unggul bibit dan buah sudah jelas dari mana. Sementara mereka tidak ada binaannya. Mereka mau memiliki hasil yang sebanyak-banyaknya, tanpa mau tahu asal-usulnya dari mana.
?Maka perlu ada pembinaan dari pemerintah,? harap Muchtar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: