Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lindungi Produk Pertanian Indonesia dengan IG untuk Daya Saing

        Lindungi Produk Pertanian Indonesia dengan IG untuk Daya Saing Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia perlu segera melakukan registrasi komoditas pertanian, baik produk setengah jadi maupun pangan olahan, yang merupakan produk indikasi geografis (IG).

        Demikian laporan Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Antarjo Dikin, usai menghadiri simposium International on Geographycal Indications (2-4/7/2019) di Lisabon, Portugal. Acara ini dihadiri oleh 67 negara, empat komunitas internasional pemerintah (Asean, EU, Aripo, AU), dan satu organisasi non-pemerintah.

        "Apabila negara anggota telah melakukan registrasi dan memberikan perlindungan IG terhadap produk yang dihasilkan, berarti telah memberikan jaminan pasar internasional terhadap negara pembeli produk, menjaga keragaman bio-diversity (sustainable) karena produk spesifik yang dihasilkan berasal dari ekologi berbeda serta berkontribusi memberikan perlindungan petani kecil karena umumnya produk IG relatif terbatas jumlahnya," ujar Antarjo mengulang catatan penting yang disampaikan Direktur General (DG), World lntellectual Propefty Organization (WIPO) berkedudukan di Jenewa.

        Indikasi geografis merupakan registrasi pengakuan paten dan perlindungan paten secara spesifik terhadap produk pertanian yang dihasikan dari suatu kawasan pertanian tertentu yang tidak dimiliki kawasan lain, serta teknik pengolahan produk yang tidak bisa dilakukan kawasan lainnya.

        Baca Juga: Wadaw! PKB Incar Kursi Menteri Desa hingga Menteri Pertanian

        Antarjo melanjutkan, mempertahankan lahan-lahan produktif yang menghasilkan produk pertanian spesifik menjadi penting agar tidak terjadi alih fungsi lahan untuk kawasan perumahan dan industri. Selanjutnya, memberikan dorongan petani kecil yang menghasilkan produk IG yang terbatas produktivitasnya, namun memiliki daya jual yang sangat kompetitif.

        Lebih luas lagi, perlindungan produk IG juga untuk menghindari dispute (perselisihan) seperti pada kopi gayo asal Aceh, dengan IG yang sudah didaftarkan Belanda di Perjanjian Lisbon. Sedangkan lndonesia terbatas diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.

        "Dalam transaksi dagang internasional kopi asal Aceh bermerek IG kopi gayo tidak boleh diperdagangkan tanpa seizin Pemerintah Belanda. Berdasarkan hal ini, perlindungan IG produk pertanian Indonesia harus segera diregistrasikan ke Sekretariat Perjanjian Lisbon. Segera kita selesaikan agar Indonesia tidak merugi, mengingat sulit memasuki pasar Belanda," lanjutnya.?

        Perkembangan tentang IG didasarkan oleh Perjanjian Internasional yang disepakati pada 1958 (The Lisbon Agreement for the Protection of Appelations of Origin and their Internasional Registration). Perjanjian Lisbon tentang IG 1958 akan ditingkatkan menjadi Geneva Act yang akan dibahas dalam sidang WIPO Assembly di Jenewa pada Oktober 2019.

        Semua negara Uni Eropa belum setuju terhadap draf Geneva Act ini karena dianggap kurang memberikan perlindungan terhadap produk pertanian.

        "Pada salah satu bab yang perlu menjadi perhatian Indonesia karena dapat memberatkan Indonesia, yaitu pengajuan permohonan; registrasi internasional, pembayaran rutin, menjaga perlindungan dan masa berlaku perlindungan," urai Antarjo.

        Baca Juga: Gunakan Teknologi Digital, Kementan Tingkatkan Sumber Daya Petani Hingga Izin Ekspor

        China Terbanyak Daftarkan Produk IG

        China adalah negara yang paling banyak melakukan registrasi di WIPO, sebanyak 8.507 jenis produk, Uni Eropa sebanyak 4.332 jenis, dan Rusia baru 165 jenis produk berdasarkan nama kedaerahan.

        Sementara negara Asean baru sedikit mendaftarkan produk IGpnya. Indonesia baru sejumlah 66 jenis produk berdasarkan nama kedaerahan (appellation of origin), dan Thailand sebanyak 99 jenis produk.?

        "Di antara penyebab masih terbatas registrasi inilah masyarakat belum memahami akan manfaat IG, belum kuat regulasi memberikan perlindungan, dan adanya keinginan monopoli dalam produk perdagangan," jelas Antarjo.

        Penting bagi Indonesia untuk segera melakukan registrasi IG ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk meregistrasi IG dan didaftarkan secara internasional yang dapat dilakukan melalui perlindungan Perjanjian Lisbon atau Madrid Sysfem (Certificate of Mark) agar tidak dimanfaatkan negara lain, serta memberikan manfaat besar bagi petani sebagai produsen pada kawasan terbatas.

        "Indonesia perlu aktif hadir dalam sidang Assembly WIPO di Jenewa Oktober 2019 mendatang untuk memberikan kontribusi dan intervensi terhadap perlindungan produk pertanian atau produk non-pertanian termasuk jasa dalam aturan tersebut (Geneva Act)," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: