Musim kemarau akan meningkatkan resiko kekeringan dan kebakaran lahan, serta kegagalan panen. Pada tahun ini awal musim kemarau di beberapa daerah di Indonesia sudah terjadi pada April lalu.
Hasil pantauan dari BMKG, wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi Aceh (pesisir utara dan timur), Sumatera Utara bagian utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.
Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ketut Kariyasa mengatakan, Kementerian Pertanian telah memprediksi dan mengantisipasi, serta menginformasikan potensi kekeringan yang akan melanda di sebagian besar daerah di Indonesia melalui aplikasi Si-PERDITAN, bahkan telah merencanakan upaya penanggulangannya.
Baca Juga: Kekeringan, 5 Ribu Liter Air Didistribusikan ACT ke Karangasem Bali
Puncak musim kemarau di perkirakan akan terjadi pada Agustus-September dan berlanjut sampai Oktober. Sementara itu musim hujan diperkirakan akan terjadi pada pertengahan November 2019. Jadi ada pergeseran musim hujan 1-2 bulan yang biasanya terjadi musim hujan di Oktober.
Berdasarkan pengalaman saat menghadapi dan mengantisipasi kegagalan panen akibat kekeringan tahun 2015 (El-Nino kuat), Ketut mengungkapkan, ada beberapa langkah operasional yang dilakukan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Provinsi, Kabupaten/Kota).
Pertama, merencanakan jadwal tanam dan pemilihan komoditas tanaman yang tahan kekeringan. Misalnya, tanaman jagung, ubi kayu dan lainnya pada Agustus dan September karena merupakan puncak bulan kekeringan.
Baca Juga: Kepala BNPB: Belum Ada Status Darurat Kekeringan Lahan
Kedua, pengaturan dan penjadwalan buka tutup pintu-pintu air di waduk/bendungan dengan memanfaatkan informasi tinggi muka air (TMA) yang ada di aplikasi Si-PERDITAN.
Ketiga, optimalisasi penggunaan pompa air pada sumber air seperti dam-parit atau sumur dangkal dan dalam oleh Brigade Tanam. Keempat, penerapan sistem pembibitan kering dan dapog (tray) serta pengolahan tanah awal. Dengan demikian saat hujan? turun bibit dapat langsung ditanam karena kemunduran awal musim hujan (MH) selama 1-2 bulan yakni bulan dan November.
?Melalui upaya-upaya tersebut kegagalan panen akibat kekeringan dapat diminimalisir kerugiannya,? kata Ketut Kariyasa.
Baca Juga: Kementan Antisipasi Kekeringan Sawah di Sejumlah Wilayah Kebumen
Bahkan, lanjutnya, untuk memantau kesiapan daerah dan petugas lapangan dalam menghadapi dan mengantisipasi dampak kekeringan terhadap stabilisasi pasokan dan harga pangan, khususnya beras di beberapa daerah terdampak kekeringan, pihaknya telah menerjunkan Tim Pusdatin pada 1-4 Juli 2019 di beberapa daerah.
?Tim di bagi menjadi dua yakni tim yang bertugas memverifikasi kondisi sumber-sumber air seperti waduk/bendungan dan kondisi pertanaman khususnya pertanaman padi dan ?tim yang bertugas melakukan verifikasi dan pemantauan pasokan dan harga beras,? tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: