Kehilangan, tak memiliki pekerjaan, dan menderita penyakit merupakan pemicu-pemicu kemuraman suasana hati yang paling umum. Tapi siapa sangka, penurunan suasana hati dan masalah kesehatan mental juga dapat dipicu oleh hal-hal sederhana yang biasa ditemukan sehari-hari.
Studi yang dilakukan Tel Aviv University misalnya, menemukan bahwa beberapa kelompok antibiotik seperti quinolone dapat meningkatkan risiko depresi dan juga kecemasan. Perilaku penggunaan gawai yang terlalu lama yaitu lebih dari 150 jam per minggu juga dapat meningkatkan risiko depresi menurut peneliti dari Swedia.
Terlepas dari itu, ada beberapa hal lain yang tampak sederhana namun dapat memberi dampak yang cukup signifikan bagi kesehatan mental. Berikut ini adalah lima hal di antaranya seperti dilansir Mirror.
Pemilihan Baju
Profesor Karen Pine dari University of Hertfordshire mengungkapkan bahwa selera berpakaian seseorang sangat bergantung pada keadaan emosi pemakainya. Perempuan cenderung menggunakan jins dan atasan yang besar atau baggy ketika merasa depresi.
Strategi pemilihan baju yang tepat dapat membantu seseorang untuk merasa lebih baik. Pine menyarankan agar seseorang yang sedang merasa muram atau memiliki suasana hati buruk untuk mengenakan baju yang ia asosiasikan dengan kebahagiaan.
Studi juga menunjukkan bahwa pemilihan warna baju dapat mempengaruhi suasana hati. Menurut studi, warna biru dapat memberi dampak positif bagi suasana hati, menurunkan tekanan darah, dan menanamkan ketenangan.
Konsumsi Ikan dan Sayur
Studi berskala besar berhasil membuktikan adanya hubungan antara konsumsi ikan yang rendah dengan peningkatan kejadian depresi. Studi di Norwegia yang melibatkan hampir 5.000 partisipan ini juga menunjukkan bahwa orang yang gemar mengonsumsi ikan cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak mengonsumsi ikan.
Kandungan asam lemak tak jenuh pada ikan mungkin menjadi kuncinya. Studi mengungkapkan bahwa asam lemak tak jenuh pada ikan dapat berperan sebagai penstabil suasana hati.
Konsumsi ikan berminyak segar sebanyak dua kali per minggu sudah cukup untuk membantu meningkatkan suasana hati. Beberapa contoh ikan berminyak adalah salmon, mackerel, kipper, sarden, dan tuna.
Orang-orang yang kurang mengonsumsi sayur dan buah segar juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami depresi menurut tim peneliti University College London. Kadar antioksidan yang tinggi dalam sayur dan buah segar dapat mencegah radikal bebas yang merusak sel, termasuk sel-sel di otak.
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko depresi hingga 41 persen menurut sebuah studi yang melibatkan lebih dari 8.500 partisipan. Nikotin dari rokok dapat membuat dopamin melonjak naik lalu jatuh, sehingga membuat perokok merasa sedih atau muram.
Cahaya Malam
Beragam paparan cahaya yang didapatkan sesaat sebelum tidur dapat memberi efek negatif bagi otak. Cahaya ini dapat berupa pancaran sinar lampu jalan di luar rumah hingga sinar layar televisi yang redup di dalam rumah.
Studi dari Ohio State University menyatakan bahwa cahaya dapat menghambat sekresi dari hormon melatonin. Padahal, hormon melatonin berfungsi membantu tubuh untuk mengenali jam malam dan waktu tidur.
Penting untuk mencegah dan menghalau beragam paparan cahaya ketika hendak beranjak tidur. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah mematikan semua perangkat listrik serta gawai dan memasang tirai penghalau cahaya.
Kopi
Terlalu banyak konsumsi kopi maupun minuman berkafein tinggi lainnya dapat membuat seseorang merasakan emosi yang naik-turun. Alasannya, konsumsi kafein akan memunculkan respon stres di otak yang kemudian akan memproduksi adrenalin. Hal ini yang membuat peminum kopi merasa lebih awas setelah minum kopi.
"Dalam jangka panjang, terlalu banyak kafein dalam sehari dapat menyebabkan kelebihan adrenal yang konstan," terang ahli gizi sekaligus penulis buku Patrick Holford.
Sebagai konsekuensinya, gangguan kecemasan, serangan panik, suasana hati yang muram, insomnia, hingga kenaikan berat badan terkait stres dapat meningkat. Untuk menghindari risiko-risiko ini, jauhi konsumsi kopi atau minuman berkafein lain setelah jam 16.00 sore.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: