PT PLN (Persero) atau PLN menerapkan teknologi rendah karbon dengan tingkat efisiensi tinggi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, sehingga mampu mengurangi tingkat konsumsi bahan bakar fosil dan bisa meminimalisasi efek Gas Rumah Kaca (GRK).
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan PLN, Wanhar, PLTU berbaham bakar Batubara yang dibangun PLN menggunakan teknologi rendah karbon dengan tingkat efisiensi tinggi (High Efficiency and Low Emmission/HELE), seperti Clean Coal Technology (Super Critical dan Ultra SuperCritical).
"Dengan diterapkannya teknologi efisiensi tinggi dan rendah emisi pada pembangkit listrik tersebut, maka konsumsi bahan bakar fosil akan berkurang. Sehingga, berdampak mengurangi efek GRK, emisi gas buang dan pencemaran lingkungan," kata Wanhar dalam keterangan resmi PLN, Jakarta, Senin (5/8/2019).?
Baca Juga: Listrik Mati Berjam-jam, Direksi PLN Lagi Dag-Dig-Dug
Wanhar menjelaskan jika penerapan sistem monitor emisi tersebut juga berlaku pada PLTU barubara milik swasta yang dikenai tuntutan untuk menurunkan emisi non-GRK. Dia menyebutkan, pemerintah menerapkan ketentuan bagi swasta untuk memasang teknologi pengendalian pencemaran udara (PPU).
Ssejauh ini beberapa unit pembangkit swasta telah memasang Flue Gas Desulphurization (FGD) untuk menurunkan kandungan sulfur pada gas buang dan hampir semua PLTU sudah dilengkapi Low NOx Burner.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 menargetkan penerapan bauran energ pembangkit listrik dengan komposisi Batubara 54,4 persen, energi baru terbarukan (EBT) 23,2 persen, gas alam 22 persen dan bahan bakar minyak 0,4 persen.
Baca Juga: Listrik Padam Berjam-jam, PLN Kasih Kompensasi?
Melalui penerapan bauran EBT 23 persen, jelas Wanhar, pemerintah menargetkan penurunan emisi sebesar 137 juta ton karbon dioksida (CO2). Artinya, ada penurunan 28 persen dari skenario tanpa EBT yang bisa mencapai 488 juta ton CO2 pada 2028.
Khusus untuk penggunaan Clean Coal Technology pada PLTU Batubara (Supercritical), Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM menghitung bahwa pada 2017 telah berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 0,69 juta ton CO2.
Pada 2019 diproyeksikan faktor emisi pembangkit di Indonesia bisa menurun ke level 0,807 tonCO2/MWh. Bahkan, angka itu diupayakan terus menurun hingga pada 2028 menjadi 0,702 ton CO2/MWH.
Lebih lanjut Wanhar mengungkapkan, berdasarkan RUPTL PLN 2019-2028, kebijakan pengembangan ketenagalistrikan memperhatikan penurunan emisi dan GRK. Kebijakan PLN untuk mendukung target penurunan emisi itu adalah, pertama, dukungan melalui pengembangan EBT ( PLTA /PLTM, PLT Biomassa dan PLTU Gas Buang Industri, B30, B100 dan PLB serta PV rooftop/PLTS Atap).
Kedua, penggunaan teknologi rendah karbon seperti pembangkit USD, Fuel switching (pengalihan BBM ke gas pada PLTG /GU/MG dan penggunaan campuran biofuel pada PLTD ) serta upaya efisiensi pembangkit ( CCGT , COgen, Class H Gas Turbine).
Ketiga, mempromosikan penggunaan energy storage, seperti battery, pump storage dan powerbank. Keempat, mengubah kebiasaan penggunaan energi dari pembakaran individual ke jaringan listrik. Misalnya, penggunaan mobil listrik, kompor listrik, kereta listrik, moda tansportasi listrik (MRT dan LRT).
Kelima, mempromosikan penggunaan peralatan listrik yang efisien. Dan keenam, penghijauan dengan target seribu pohon. Per akhir 2018, PLN sudah menanam 34.974 pohon.
Baca Juga: Dorong 100% Rasio Elektrifikasi Maluku Utara, PLN Sukses Listriki Desa di Pulau Gebe
Dengan demikian, Wanhar mengklaim pembangkit listrik di Jakarta dan sekitarnya tidak berkontribusi besar bagi pencemaran udara Ibu Kota, karena sebagian besar pembangkit listrik di Jakarta adalah gas alam yang kandungan pencemarannya rendah.
Sementara itu, PLTU Batubara telah dilengkapi dengan continuous emission monitoring system ( CEMS ) yang berfungsi untuk memonitor emisi secara kontinyu. Kesimpulan ini didasari simulasi perkiraan sebaran konsentrasi emisi yang terdispersi ke atmosfer.
Simulasi tersebut dilakukan Pusat Penelitian Pengembangan PLN dan dituangkan ke dalam laporan "Kajian Dampak Emisi Pembangkit yang Berpengaruh terhadap Kondis Udara Jakarta" yang diterbitkan pada 7 Februari 2019
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri