Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menekankan pentingnya investasi sebagai salah satu aspek penting suksesnya pembangunan nasional. Kondusifnya situasi sosial dan politik di dalam negeri menjadi satu hal yang penting untuk terus dijaga demi menjaga kepercayaan para investor dalam menanamkan modalnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, selain menjaga stabilitas situasi sosial dan politik, pemerintah perlu fokus menahan laju neraca transaksi berjalan atau current account.
Neraca transaksi berjalan menjadi current account surplus (CAS) jika nilai transaksi ekspor melebihi nilai transaksi impor. Sebaliknya, negara akan dikatakan mengalami current account deficit (CAD) kalau nilai transaksi impor lebih besar daripada nilai transaksi ekspor.
"Kita tidak dapat memungkiri bahwa Indonesia seringkali mengalami CAD," kata dia melalui keterangan tertulisnya, Jumat (9/8/2019).
Mengalami defisit pada neraca transaksi berjalan adalah hal yang lumrah. Bahkan negara yang tergolong maju seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS) pun mengalami CAD pada kuartal I 2019 ini masing-masing di angka US$30 miliar dan US$130,4 miliar. Jumlah ini masih lebih besar daripada Indonesia yang mengalami defisit sebesar US$6,7 miliar pada rentang waktu yang sama.
Baca Juga: Eropa Buka Peluang Tambah Investasi di Indonesia
"Upaya menekan CAD ini sangat penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Cara ini memang bukan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk menarik hati para calon investor asing. Ketika mengalami defisit, negara memerlukan devisa tambahan untuk membiayai impor yang melebihi angka ekspor," urai Pingkan.
Oleh sebab itu, aliran modal asing menjadi salah satu poin penting dalam menopang kondisi neraca transaksi berjalan. Seiring dengan hal itu, kondisi ketergantungan negara dengan aliran modal asing pun turut memengaruhi spekulasi pasar mata uang yang lagi-lagi memiliki risiko untuk mengalami depresiasi.
Pembangunan infrastruktur yang masif di beberapa wilayah di Indonesia seringkali disebut-sebut sebagai faktor pendorong agresifnya Indonesia dalam mengejar suntikan modal asing.
"Berkaca pada keadaan neraca transaksi berjalan kita yang masih berstatus defisit, suntikan modal asing memang diperlukan untuk menopang pembangunan dan menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah dinamika perekonomian global," jelas dia.
Perang dagang antara AS dan China yang sudah berlangsung sejak awal 2018 berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Indonesia pun turut terkena imbasnya dengan mengalami depresiasi rupiah terhadap dolar AS yang sempat menyentuh angka Rp15.000 pada kuartal IV 2018 lalu.
"Kondisi ini sudah berangsur membaik berkat kondusivitas yang berhasil dijaga oleh pemerintah dengan terus menggenjot ekspor dan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor," kata Pingkan.
Baca Juga: Realisasi Investasi DKI Jakarta Semester I 2019 Capai Rp54 Triliun
Di samping itu, lanjutnya, poin yang tidak kalah penting dan berhubungan dengan investasi adalah reformasi birokrasi. Implementasi sistem online single submission (OSS) harus terus diperbaiki, walau nyatanya belum terintegrasi di semua daerah.
Pemerintah perlu berupaya menyinergikan sistem OSS agar pencapaiannya lebih efektif dalam mempermudah proses perizinan dan pengurusan berkas-berkas terkait investasi.
Dia memaparkan, "Penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran menjadi pijakan pemerintahan Joko Widodo lima tahun ke depan. Dengan demikian, penggunaan anggaran yang tepat sasaran dapat membantu Indonesia memaksimalkan potensi ekonomi yang dimiliki untuk menggenjot sektor-sektor produksi dan peningkatan kapasitas masyarakatnya.
"Pada akhirnya semua upaya yang dilakukan diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan lebih banyak lagi dan mengeluarkan Indonesia dari middle income trap," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: