Diduga Beli Jet Tempur Su-35, Moskow: Jakarta Diancam Militer AS
Angkatan Udara Indonesia diduga dapat ancaman dari Amerika Serikat (AS). Kabar tersebut sebagaimana yang diungkap pihak Rusia yang menyebut militer Indonesia dapat ancaman berupa sanksi jika nekat membeli pesawat jet tempur Rusia Su-35.?
Direktur Kerja sama Internasional dan Kebijakan Regional Rostec Rusia, Victor Kladov, membeberkan ancaman Washington terhadap Jakarta.
"Kami merasa beberapa negara lebih berhati-hati," kata Kladov.
Kladov mengatakan ancaman itu diduga mengacu pada Countering America's Adversaries Through Sanctions Act?(CATSAA), sebuah undang-undang AS yang mengamanatkan penjatuhan sanksi terhadap negara-negara yang membeli senjata Rusia, Korea Utara dan Iran.
"Misalnya, kemarin saya berbicara dengan Kepala Angkatan Udara Indonesia dan dia menyebutkan CAATSA, hukum AS," katanya.
Pasalnya, tambah Kladov, Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada peralatan militer yang dikembangkan Rusia. Mereka juga, lanjutnya, masih memasok alat-alat militer pabrikan AS.
"Dari apa yang dia katakan, saya mengerti mereka menerima ancaman. Mereka tergantung tidak hanya pada peralatan Rusia, mereka tergantung pada sebagian besar peralatan buatan AS. Jika sebagai tindakan hukuman, katakanlah, pabrikan Amerika berhenti memasok suku cadang, berhenti mendukung peralatan buatan Amerika, maka akan ada pelanggaran keamanan di pertahanan nasional di Indonesia. Jadi, mereka sangat berhati-hati," terang Kladov, dikutip dari Flight Global.
Ancaman tersebut, menurut Kladov, sangat aneh, apabila pasokan dari AS terhenti dan Jakarta tentu akan membutuhkan perlengkapan militer dari negara lain, apa dibenarkan jika harus sampai diberi sanksi.
Pada Agustus 2017, Jakarta mengonfirmasi akan membeli 11 unit jet tempur Su-35 dengan harga sekitar USD1,14 miliar. Sistem pembayarannya melibatkan komoditas pertanian Indonesia, termasuk kopi. Dengan sistem pembayaran yang unik ini, jet tempur itu terkadang dipelesetkan sebagai "jet tempur rasa kopi".
Militer Indonesia yang menjaga hubungan baik dengan AS dan Rusia cenderung enggan berkomentar terkait masalah tersebut.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Layanan Federal Kerja sama Militer-Teknis Rosoboronexport Rusia, Dmitry Shugaev, mengatakan bahwa sanksi AS sama dengan "persaingan tidak adil".
"Mereka ingin mendorong Rusia menjauh dari pasar tradisional, dan menciptakan kondisi yang tak tertahankan, dan tidak memberi kami jalan ke pasar baru," katanya.?
Menurutnya, persaingan akan tetap meningkat tiap harinya dan peningkatan itu bukanlah rahasia siapapun.
"Tekanan meningkat setiap hari (pada pelanggan potensial). Kami melihatnya setiap hari dan itu bukan rahasia, bukan rahasia bagi siapa pun," katanya lagi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: