Hampir dua tahun sejak PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) menjadi operator di Wilayah Kerja (WK) Mahakam, berbagai upaya optimasi operasi terus ditempuh demi mempertahankan produksi dari lapangan-lapangan minyak dan gas bumi yang telah mature di WK ini.
Hal yang harus dijawab dari inovasi teknologi itu adalah bagaimana menghadirkan teknologi yang tepat untuk memproduksi minyak dan gas dari berbagai reservoir kecil yang jumlahnya banyak, dengan biaya serendah mungkin, ungkap General Manager PHM, John Anis, dalam paparannya di ajang Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition 2019, di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, karakter reservoir di WK Mahakam sangat unik karena lokasinya berada di delta Sungai Mahakam, dikenal dengan deltaic system. Di WK ini reservoir minyak dan gas berbentuk seperti ribuan kantong kecil yang tersebar di area rawa dan laut seluas lebih dari 3.000 km2, dengan kedalaman hingga 5.000 meter.
Oleh sebab itu, produksi Mahakam bergantung dari pengeboran sumur-sumur baru karena reservoir itu tidak terkoneksi satu sama lain. Sejauh ini berbagai reservoir di zona utama telah diproduksi, sehingga untuk kelanjutan WK Mahakam, diproduksilah sumur-sumur di zona dangkal, dan ke depan dikembangkan sumur-sumur High Pressure High Temperature (HPHT).
Baca Juga: PHM Alihkan 10 Persen PI WK Mahakam ke Pemprov Kaltim dan Kutai Kartanegara
Para insinyur di PHM, jelas John Anis, terus mengembangkan teknik dan metode yang aman untuk menghasilkan gas di zona-zona dangkal yang sebelumnya dinilai berbahaya untuk diproduksi, atau dinamakan shallow gas development.
Sejauh ini upaya tersebut mencapai tingkat keberhasilan yang baik karena telah dibor lebih dari 200 sumur di zona ini tanpa ada insiden apa pun dan gasnya dapat diproduksi. Ke depan, shallow gas development yang telah sukses di kawasan rawa-rawa (swamp area) akan dikembangkan juga ke lapangan-lapangan di lepas pantai (offshore).
PHM juga merencanakan penerapan metode pengeboran HPHT di lapangan Tunu pada 2020. Untuk itu, dibuat perencanaan dan arsitektur pengeboran yang khusus dan seksama karena kegiatan pengeboran akan menghadapi tantangan tekanan reservoir yang tinggi (>13.000 Psia) dan suhu gas yang panas (>160oC).
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengintegrasikan produksi dari sumur-sumur HPHT itu dengan fasilitas produksi yang sudah ada karena tidak dirancang untuk produksi gas yang menggunakan teknologi HPHT.
Para ahli perminyakan di PHM juga telah mengembangkan arsitektur sumur yang lebih sederhana (light architecture), sehingga mampu mempercepat? pengeboran sumur-sumur baru. Sejumlah rekor pernah dicapai, yakni menyelesaikan pengeboran sumur gas dalam 3,4 hari, dan sumur minyak hanya dalam tempo 4,98 hari di lapangan Handil.
Aplikasi berbagai teknologi juga mempersingkat aktivitas pengeboran lebih dari 1,5 hari. Inovasi tersebut berhasil memangkas biaya operasi pengeboran.
Dalam upaya optimasi ini, tengah dikembangkan pula design platform yang lebih tepat guna (Ultra Minimalist Platform) dengan memakai struktur zeepod ataupun braced monopod, yang disesuaikan dengan kebutuhan.?
"Semua inovasi teknologi dalam hal pengeboran sumur itu dilakukan tanpa sedikitpun mengorbankan faktor keselamatan," tegas John Anis.?
Dengan dukungan SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Indonesia selaku induk perusahaan, PHM telah mendapat persetujuan untuk melaksanakan program Optimasi Pengembangan Lapangan-Lapangan (OPLL), dengan target mengebor 257 sumur pada program kerja 2020?2023.
Baca Juga: Pertamina Agresif Lakukan Pengeboran di Blok Mahakam
OPLL ini juga mencangkup pemasangan booster compressor di salah satu anjungan di lapangan Peciko serta pemasangan pipa dari anjungan Jempang Metulang di lapangan South Mahakam ke anjungan Sepinggan P yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur untuk memasok gas ke kilang Refinery Unit (RU) V di Balikpapan.
Di masa depan, Mahakam akan berkontribusi dalam pasokan gas untuk pengembangan kilang yang merupakan bagian dari proyek Refinery Development Master Plan (RDMP).
Sepanjang 2019, PHM telah memprogramkan untuk tajak 118 sumur, di mana 78 sumur sudah selesai dibor hingga akhir Agustus 2019 (target WP&B hingga Agustus 2019 adalah 71 sumur). Sementara tingkat produksi pada Juli 2019 adalah sebesar 700 MMscfd (wellhead), yang telah bertahan sejak Februari 2019 dan akan terus dipertahankan hingga akhir tahun.
Sejauh ini Pertamina telah menahan laju penurunan produksi Mahakam dengan performa yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan yang pernah dilakukan sebelumnya sebesar 686 MMscfd (2% lebih tinggi) di 2019.
Pertamina menyadari bahwa agar WK Mahakam terus tumbuh dan berkelanjutan, maka pengembangan teknologi adalah kata kunci untuk membuka potensi baru. Teknologi juga terbukti mampu memangkas berbagai biaya operasi di tengah penurunan produksi alamiah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: