Perusahaan penyedia solusi pencegahan ad fraud asal Australia, Traffic Guard bersiap melakukan ekspansi bisnis di Indonesia. Perusahaan yang sudah aktif di pasar sekitar setahun belakangan ini dan terdaftar di Australia Stock Exchange ini sudah berpartner dengan perusahaan lokal seperti Go-Jek dan Bukalapak.
Pendiri sekaligus COO Traffic Guard, Luke Taylor menyatakan, pihaknya bangga bisa mendapat kesempatan untuk bermitra dengan perusahaan, seperti Bukalapak dan Go-Jek. Namun, tidak lekas berpuas diri, pihaknya siap bermitra dengan perusahaan-perusahaan lain, perusahaan dengan skala bisnis yang besar dan bujet iklan yang besar misalnya.
"Kami juga menyediakan SaaS, sehingga perusahaan menengah besar bisa menjangkau produk kami dan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya, juga semacam lab product untuk UKM agar lebih terjangkau ketimbang menjangkau satu per satu produk kami. Pada dasarnya kami membantu mereka memastikan belanja iklan mereka dibelanjakan dengan efektif dan efisien serta mendapatkan RoI yang nyata," kata dia kepada Warta Ekonomi belum lama ini.
Baca Juga: Fintech Banyak Fraud? Ingat 97% Orang Indonesia Tak Niat Maling
Dia pun menjabarkan bagaimana cara mengidentifikasi ad fraud (penipuan iklan lewat spam tautan, injeksi klik, spoofing SDK, fake install, dan fake expression). Saat perusahaan menggunakan solusi ad prevention dari Traffic Guard, pihaknya akan mengumpulkan semua informasi secara real-time, lalu mengidentifikasi apakah itu interaksi asli atau palsu.?
"Untuk mengidentifikasi ad fraud, pada dasarnya Anda harus melihat data untuk bisa menentukan apa yang sebenarnya terjadi. Kebanyakan tim operasional iklan akan melihat data untuk mnegoptimalisasi kampanye mereka, melibatkan lebih banyak pengguna, dan menjangkau pemirsa yang mereka inginkan dan menghasilkan outcome yang besar," tambah dia.
Data yang sama, lanjutnya, juga memberi sinyal jika terindikasi adanya fraud. Dengan melihat data dan mengukur interaksi yang tiba-tiba terjadi, misalnya spam klik, terjadi saat penipu mengirim banyak sekali tautan dan salah satunya menyasar pengguna yang akan menginstal aplikasi. Dalam data, ini dianalisis dan ditentukan apakah klik tersebut nyata, berasal dari pengguna nyata atau dihasilkan bot atau robot.
Tim kemudian bisa membangun parameter tertentu untuk mencegahnya. Masalahnya, dalam skala periklanan, hal ini sangat sulit dioperasikan oleh tim tanpa spesialisasi khusus terkait ad fraud. Umumnya, tim operasional baru bisa mengidentifikasi masalah sebulan setelah fraud terjadi, namun mereka tidak mampu mengidentifikasi dari mana dan bagaimana fraud itu terjadi.?
"Masalahnya ad fraud bukanlah sesuatu yang terjadi sebulan sekali, namun konstan. Ini adalah kasus yang menimpa setiap perusahaan, tidak peduli industrinya apa, namun setiap menitnya setiap harinya ad fraud terjadi. Kami menemukan jutaan keterlibatan palsu," terang Luke.
Dijelaskan dia, rata-rata secara global ada sekitar 20-30% dari total trafik periklanan 40.000 klik setiap detiknya, oleh platform Traffic Guard teridentifikasi sebagai ad fraud. Angka ini bervariasi bergantung juga salurannya. Di Asia Tenggara sendiri, angkanya sekitar 20-40%.
Pada klien klien tertentu, yang menjalankan saluran tertentu, ditemukan bahwa 100% merupakan ad fraud. Sifat alami periklanan yang sangat dinamis (satu jenis iklan akan berinteraksi dengan pengguna tertentu, dan itu selalu berubah) membuat ad fraud sangat rumit untuk diidentifikasi.
Apalagi, di momen-momen tertentu, misalnya Harbolnas, aktivitas ad fraud biasanya meningkat. Motif utama para penipu adalah karena pengiklan biasanya meningkatkan belanja mereka. Pengiklan di momen tersebut punya KPI, di mana mereka ingin menjangkau lebih banyak konsumen, mempunyai banyak bujet untuk berbelanja iklan, sehingga penipu pun tergiur untuk menikmati bujet iklan tersebut.
"Karena memang ada peluang (windows) yang sangat singkat di momen-momen tersebut, pengiklan sangat kesulitan menjangkau atau memenuhi kebutuhan kampanye mereka. Mereka ingin menjangkau lebih banyak konsumen, ingin membelanjakan lebih banyak anggaran untuk pengguna, tapi tidak punya waktu untuk menentukan apakah itu baik atau buruk (outcome-nya). Itulah pentingnya perusahaan punya perlindungan proaktif. Anda perlu merasa nyaman untuk bisa fokus secara agresif menyasar konsumen tertentu dalam kampanye atau kompetitorlah yang akan melakukannya," kata Luke.
Dari sisi kerugian sendiri, selain nominal kerugian yang diperoleh penipu iklan, pengiklan juga merugi akibat potential loss dari pemasangan aplikasi oleh pengguna, serta semua potensi pendapatan bisa mengalir ke perusahaan. Momen-momen inu punya celah yang amat singkat, biasanya berlangsung tiga hari sehingga seharusnya bisa dimaksimalkan dengan fokus menarget pengguna secara agresif tanpa khawatir akan ad fraud karena perusahaan punya perlindungan.
Baca Juga: Fraud Transportasi Online, Gimana Cara Tepat Memeranginya?
Untuk memastikan penipu jera, Traffic Guard menangkal dengan cara membuat penipu iklan secara ekonomi tidak memungkinkan lagi menjalankan bot mereka untuk melakukan aksi-aksi ad fraud. Penting unthk mempersempit peluang mereka karena mereka juga terus beradaptasi dengan sistem pencegahan ad fraud dengan sangat cepat.
"Maka, kami bisa memproses dalam hitungan 40 milidetik, untuk bisa sampai ke level deteksi secara real-time, pengguna itu asli atau palsu. Kami juga berdayakan sekitar 2/3 tim kami untuk fokus ke data science dan engineering yang fokus pada ML, teknik AI untuk mengidentifikasi pola kejahatan. Jadi, kombinasi dua kekuatan, pengetahuan utama kami di industri periklanan ini dan sisi teknis dan data science," tutup Luke.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: