Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mendorong anggota The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) bersinergi menentukan langkah adaptif dan inklusif bagi pengembangan industri karet secara berkelanjutan.
Hal ini disampaikannya saat membuka Konferensi Tahunan Karet ANRPC ke-12 yang mengangkat tema Adaptive and Inclusive Path to Sustainable Value Chain di Yogyakarta, Senin (7/10/2019).
"Di tengah pelambatan ekonomi global, penurunan produksi dan harga karet, penting bagi anggota ANRPC mengambil langkah adaptif dan inklusif untuk mewujudkan rantai nilai industri karet secara berkelanjutan. Produksi karet alam yang berkelanjutan dapat menjamin pasokan komoditas tersebut secara global," jelas dia.
Baca Juga: Ekspor Karet Meningkat Tajam, Indonesia Produsen Terbesar Kedua di Dunia
Data ANRPC menyebutkan, pada beberapa bulan awal 2019, produksi karet alam menurun, sedangkan tingkat konsumsi dunia meningkat dari tahun ke tahun. Namun, harga karet alam dunia tidak kunjung terkoreksi ke level yang diharapkan.
Menurut Enggar, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan industri karet yang berkelanjutan, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dari aspek ekonomi, pergerakan harga karet tidak lagi dipengaruhi faktor fundamental yang meliputi permintaan dan penawaran.
Saat ini pasokan karet global menurun, tetapi harganya masih tetap rendah. Penurunan pasokan ini disebabkan antara lain oleh penurunan produksi yang disepakati negara-negara produsen karet (ITRC) dan penyebaran penyakit jamur.
Dia juga menyampaikan, penyerapan karet alam saat ini masih didominasi industri ban. Sudah seharusnya upaya penyerapan karet alam melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
"Penyerapan karet alam hendaknya tidak hanya melibatkan industri besar, tetapi para pemangku kepentingan dari berbagai level, termasuk industri kecil penopang dan para petani," kata Enggar.
Sementara itu, dalam konteks lingkungan, karet merupakan tanaman yang ramah lingkungan, mudah ditanam, dan dirawat. Dari segi sosial, karet alam merupakan sumber pemasukan utama bagi jutaan petani yang lahannya mencapai 85% dari total lahan perkebunan di seluruh dunia. Harga komoditas karet yang stabil akan membantu mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan di daerah-daerah terpencil.
Baca Juga: Kata CIPS, Produksi Karet Nasional Bisa Samai Thailand, Caranya...
"Kita perlu menempatkan kepentingan petani karet alam ke dalam rantai nilai karet alam untuk mendukung petani meneruskan aktivitas perkebunan mereka. Indonesia sebagai salah satu negara produsen menilai penting rantai nilai karet berkelanjutan dari industri hulu ke hilir yang adaptif dan inklusif, tidak hanya untuk konsumen tetapi juga produsen," ungkapnya.
Sekilas Mengenai Karet Alam Indonesia
Karet alam merupakan komoditas ekspor nonmigas kedua terbesar Indonesia. Pada 2018, total ekspor karet alam tercatat sebanyak 2,95 juta ton dengan nilai US$4,16 miliar. Persentase ekspor tersebut meliputi 80% produksi karet alam, sedangkan 20% dikonsumsi pasar domestik.
Sebagai penghasil kedua terbesar karet alam di dunia, pada 2018 Indonesia memproduksi 3,63 juta ton dari lahan perkebunan karet seluas 3,67 juta hektare. Sebanyak 85% lahan perkebunan tersebut dimiliki oleh 2,5 juta petani karet.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: