Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Demokrat Dukung Jokowi Tolak Amendemen UUD 1945

        Demokrat Dukung Jokowi Tolak Amendemen UUD 1945 Kredit Foto: Setpres
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, mendukung sikap Presiden Joko Widodo yang menyatakan meminta pembahasan amendemen UUD 1945 dihentikan. Presiden menyatakan hal itu karena wacana amendemen sudah melebar tak terkendali, termasuk soal pembahasan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

        Syarief mengatakan, pendapat Presiden Jokowi sesuai dengan partai yang dipimpin Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut. "Kalau kami dari Demokrat, ya kita terima kasih, karena itu sejalan dengan Partai Demokrat untuk tidak usah mengamandemen," ujar Syarief di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (6/12).

        Baca Juga: Demokrat: Tak Perlu Amendemen UUD 1945 untuk Hadirkan Haluan Negara

        Selain itu, ia juga mengapresiasi Jokowi yang dengan tegas menolak masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Sebab, jika hal tersebut terealisasi, itu akan dapat menimbulkan penyelewengan kekuasaan.

        "Bagus, terima kasih kita ucapkan sama Pak Presiden. Berarti Presiden tau persoalan. Ya, iya dong, tidak usah dipilih tiga periode," ujar Syarief. Ia menegaskan, kembali komitmen Partai Demokrat yang selalu mendukung penuh demokrasi dan juga kehendak rakyat Indonesia.

        Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu juga menegaskan, amendemen UUD 1945 masih berupa wacana dari MPR. Saat ini, MPR masih mensosialisasikan hal tersebut ke sejumlah elemen masyarakat. "Kita baru kepada sosialisasi, kita perlu minta pandangan dari masyarakat dari rakyat. Kalau Presiden sudah punya sikap begitu bagus, jadi rakyat tentu akan bisa menilai," ujar Syarief.

        Sementara, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai, Presiden seharusnya tak perlu bersikap emosional terkait ada wacana amendemen. PDIP menyalahkan Kementerian Sekretariat Negara yang dinilai tak memberi penjelasan komprehensif terkait rencana amendemen.

        "Ya sebenarnya Pak Pokowi tidak harus menyampaikan pernyataan yang cenderung emosional menyikapi soal dinamika wacana dan rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan kembali haluan negara," ujar Basarah.

        Menurut Basarah, seharusnya Jokowi mendapat masukan yang komprehensif, terkait pandangan pandangan fraksi-fraksi di MPR yang setuju untuk menghadirkan kembali haluan negara melalui amendemen terbatas. "Termasuk fraksi dari partai politik beliau sendiri yaitu PDI Perjuangan," tegasnya.

        Adanya dinamika yang berkembang dalam masyarakat terkait amendemen dinilai Basarah merupakan suatu kewajaran. "Kalau koodinasi ini berjalan baik, seharusnya tak perlu ada kesalahpaham kesimpangsiuran begitu yang tak kondusif ini," ujar Basarah.

        Baca Juga: Soal Wacana Presiden 3 Periode, Sindiran Demokrat Dalem Banget!!

        Ia pun mengatakan, Fraksi PDI Perjuangan tidak pernah diundang oleh Mensesneg Pratikno untuk menjelaskan pandangan soal amandemen UUD. Padahal, ia meyakini masukan itu bisa berguna bagi Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan.

        Basarah mengeklaim, wacana amendemen ini bukan sekadar aspirasi partai-partai politik. Namun, wacana ini juga disebutnya sebagai aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat yang ditampung oleh badan pengkajian MPR sejak periode sebelumnya.

        Sebelumnya, Jokowi sempat menunjukkan resistensi terhadap wacana amendemen. Ia menyoroti wacana penambahan masa jabatan presiden, yang menurut dia dimunculkan karena ada pihak yang ingin menjerumuskannya hingga mencari muka kepadanya. Namun, ia enggan menyebut siapa pihak yang ingin menjerumuskannya dengan wacana itu.

        "Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin cari muka, ketiga ingin menjerumuskan. Itu aja," ujar Jokowi, Senin (2/12) lalu.

        Jokowi menyampaikan, amendemen hanya diperlukan untuk urusan haluan negara. Namun, wacana yang muncul saat ini justru sebaliknya. Karena itu, menurut dia, tak perlu dilakukan amendemen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Shelma Rachmahyanti

        Bagikan Artikel: