WE Online, Denpasar - Kementerian Perindustrian akan bertemu dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk mengupayakan skema khusus pembiayaan bagi para pelaku industri kreatif.
"Akses pembiayaan harus dimudahkan. Harus ada perlakuan khusus untuk industri kreatif, saya akan bertemu dengan Bank Indonesia, segera," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat setelah meresmikan Pusat Industri Kreatif Bali, di Denpasar, Jumat (21/3/2014).
Selama ini, ujar Hidayat, sektor industri kreatif memang masih terkendala dengan akses pembiayaan dari perbankan.
Beberapa kendala lainnya, lanjut Hidayat, adalah akses pasar dan masalah perlindungan Hak Kekayaan Intelektual bagi produk industri kreatif.
Sektor perbankan, kata Hidayat, masih menganggap industri kreatif sebagai sektor yang baru dan memiliki proses rumit dalam pemasaran, selain beberapa kendala industri lainnya, seperti aplikasi teknologi.
Hal itu yang membuat perbankan ragu untuk memberikan kemudahan pembiayaan bagi pengusaha industri kreatif.
Namun, dengan kontribusi industri kreatif yang cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, potensi sektor, yang banyak memanfaatkan unsur kekayaan budaya nusantara ini harus terus dijaga, kata Hidayat.
Ia menyebut, industri kreatif merupakan kontributor ketujuh tertinggi dibandingkan sektor ekonomi lainnya, sebesar 6,9 persen atau senilai Rp573 triliun untuk Product Domestic Bruto (PDB) di 2012. Pada 2014, industri kreatif diproyeksikan tumbuh 10 persen.
"Jika muncul pelaku (industri kreatif) kan biasanya anak muda. Biasanya mereka tidak memiliki akses pembiayaan, jadi bisnisnya 'visible' tapi tidak 'bankable'," ujar Hidayat.
Hidayat mencontohkan di Korea Selatan, sebagai negara yang memiliki pertumbuhan industri kreatif tertinggi, akses perbankan telah dibuat sedemikian rupa untuk memudahkan pembiayaan.
"Kita akan contoh manajemen mereka," ujarnya.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (Dirjen IKM) Kemenperin Euis Saedah mengatakan, untuk selanjutnya, kemungkinan akan terdapat alternatif bantuan pembiayaan.
Namun, Euis enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai alternatif tersebut, karena masih dalam tataran konsep.
Menurut Euis, perbankan memang kerap sulit percaya terhadap pelaku industri kreatif. Hal itu terlihat dari tingginya agunan yang dibebankan kepada pelaku industri kreatif.
"Bank itu lebih percaya sama yang jualan teh botol. Mereka bisa diprediksikan jualannya laku sekian banyak, kalau industri kan mereka harus merancang, ada teknologinya juga, ada pemsasaran juga sehingga harus ada agunan. Kadang perbankan juga melebihi syarat agunan yang dibebankan, kalau kita lihat di lapangan," ujar dia. (Ant)
Foto: SY
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: