Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Di Balik Gaji Besar, Ini Sejumlah Derita Para Pekerja Teknologi China! Hingga Dipenjara Loh

        Di Balik Gaji Besar, Ini Sejumlah Derita Para Pekerja Teknologi China! Hingga Dipenjara Loh Kredit Foto: Unsplash/Helloquence
        Warta Ekonomi, Surakarta -

        Tahun 2019 hampir berakhir, sedangkan perjalanannya dipenuhi tantangan bagi perusahaan teknologi China karena sejumlah faktor. Dari perlambatan ekonomi domestik, hingga perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).

        Secara tak langsung, 2019 juga menjadi tahun yang sulit bagi para pekerja perusahaan teknologi negara itu. Ada sejumlah kecemasan mendalam yang dialami oleh mereka. Apa saja kira-kira?

        Budaya Kerja 9-9-6

        Jadwal kerja 9-9-6 identik dengan perusahaan teknologi China (bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam dalam enam hari seminggu). Namun, budaya tersebut telah menuai sejumlah ketidakpuasan di kalangan para pekerja.

        Baca Juga: Mantap, Tiru Desain Jet Su-33 Rusia, Begini Tampilan Jet Tempur J-15 China yang Mulai Mengudara

        Pada Januari lalu, vendor layanan SaaS (software as a service)?e-commerce dikritik besar-besaran karena para karyawannya mulai bekerja dari 09.30 pagi sampai 09.30 malam dalam enam hari. Akhirnya, pihak berwenang menyelidiki apakah Youzan melanggar UU Ketenagakerjaan walaupun akhinya terungkap kalau mereka tak menjalankan jadwal kerja 12 jam.

        Selanjutnya, pada April, beberapa?programmer?China melakukan protes lewat 996.ICU karena harus lembur dalam menciptakan proyek GitHub.

        Istilah yang menunjukkan budaya 9-9-6 berpotensi membuat pekerja harus dirawat secara intensif itu pun mendapat perhatian signifikan. Komunitas-komunitas?programmer menyerukan boikot kepada perusahaan seperti Alibaba, Suning.com, dan Huawei.

        Dipecat Karena Jatuh Sakit

        Selain banyak pekerja yang cemas dengan sistem 996.ICU, mantan karyawan perusahaan gim China, NetEase dipecat karena didiagnosis memiliki penyakit dilatasi kardiomiopati (DCM); ini memengaruhi kemampuan jantung memompa darah sehingga kematian merupakan risiko terbesar yang bisa ia alami.

        Perusahaan memecatnya tanpa menginformasikan alasannya, sudah begitu, tak ada kompensasi yang sesuai dan legal pula.

        Akhirnya ia menuntut perusahaan senilai 620 ribu renmibi (sekitar Rp1,23 miliar) sebagai kompensasi semua pekerjaan lemburnya, serta pemecatan ilegal yang dilakukan oleh NetEase.

        "Selama 5 tahun bekerja di NetEase, saya tak pernah datang terlambat, tidak peduli berapa minggu saya lembur hingga tengah malam secara berturut-turut," kata pekerja yang tak mau diungkapkan namanya itu.

        Kisah itu ia bagikan melalui WeChat dan dibaca lebih dari 100 ribu kali, membuat NetEase harus dihadapkan dengan kemarahan publik.

        Dipenjara Karena Tuntut Hak

        Li Hong Yuan, pekerja di Departemen Penjualan Huawei untuk Inverter, dipecat Januari lalu setelah bekerja selama 12 tahun. Ia menuntut kompensasi 2N (N=periode karyawan bekerja di sebuah perusahaan) sesuai UU Ketenagakerjaan China, di mana perusahaan harus menandatangani kontrak kerja jangka tidak tetap dengan karyawan yang sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun.

        Hasilnya, Li mendapatkan yang ia tuntut. Namun sayangnya, ia harus mendekam selama 251 hari di penjara karena Huawei melaporkannya melakukan pemerasan terhadap perusahaan.

        Ternyata, Li tak bersalah dan jaksa membayar sekitar 100 ribu renmibi (sekitar Rp200 juta) sebagai kompensasi nasional.

        Kontroversi itu akhirnya diketahui khalayak?setelah Li membagikan salinan keputusan melalui aplikasi perpesanan. Tanpa sepengetahuannya, salinan itu dipublikasikan oleh media China dan menggemparkan warganet.

        Setelah menutup mulut berhari-hari, Huawei akhirnya menjawab kalau mereka punya hak dan kewajiban melaporkan praktik-praktik yang diduga ilegal kepada otoritas kehakiman China. Tak cuma itu, Huawei juga menyampaikan, jika Li berpikir haknya telah dilanggar dan disinggung, ia bisa menggugat perusahaan.

        Respon itu semakin membuat publik marah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tanayastri Dini Isna
        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: