RUU Omnibus Law Dinilai Berpotensi Mengikis Amdal, Bagaimana Respons Pemerintah?
Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law belakangan menuai polemik di masyarakat. Sejumlah draf omnibus law tersebut tersebar ke publik dan isinya dianggap merugikan banyak pihak.
Salah satu yang menjadi bahan kritikan dalam draf itu terkait rencana penghapusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Namun, pemerintah memastikan Amdal tersebut akan tetap ada.
Baca Juga: MUI Ingatkan Bahaya Omnibus Law Disahkan: Umat Islam Akan Protes Nanti, Jika...
"Amdal akan tetap ada dan termasuk dalam izin berusaha, khususnya untuk usaha yang berisiko tinggi terhadap lingkungan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono dalam keterangan pihak Kemenko Perekonomian yang diterima, Minggu (26/1/2020).
Ia menjelaskan, Amdal yang ada nantinya memiliki perbedaan pendekatan yakni dengan melihat seberapa besar risiko yang ada. Jika sebuah proyek memiliki potensi melakukan kerusakan besar, akan diperketat. Namun jika sebaliknya, tidak memerlukan izin.
?Kita tekankan basis yang sudah berubah konsepnya jadi risk based approach (pendekatan berbasis risiko). UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) tetap jadi filosofi dan yurisdiksi yang diselaraskan tanpa mengubah prinsip lingkungan. Ini sesuai dengan prinsip reformasi birokrasi,? tuturnya.
Klarifikasi juga datang dari Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Himawan Arief Sugoto. Ia menerangkan RUU Cipta Lapangan Kerja merupakan satu hal yang penting dalam memberikan kecepatan pengadaan lahan.
Selain itu, bank tanah akan dibangun untuk menjamin ketersediaan tanah untuk penciptaan lapangan kerja baru.
?Jadi, ini banyak potensi untuk kepentingan umum, sosial, dan mendukung reforma agraria,? tuturnya.
Sementara itu, terkait polemik penghapusan pesangon, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Khairul Anwar mengungkapkan penghitungan pesangon untuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) masih sama seperti yang sebelumnya.
"Pegawai kontrak juga akan diberikan kompensasi seperti halnya pegawai tetap. Namun, memang dengan penghitungan yang berbeda dari pekerja tetap," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: