Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata dikembangkan sejak era tahun delapan puluhan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan atau keanekaragaman hayati. Konsep ekowisata dimaksudkan untuk menyelesaikan atau menghindari konflik pemanfaatannya dengan menentapkan ketentuan berwisata, melindungi sumber daya alam dan budaya, serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal.
Baca Juga: Ridwan Kamil Sebut Ekowisata Pangandaran Naik Tiga Kali Lipat
Pada awal 1980-an, Costarica dipilih oleh badan dunia PBB sebagai proyek percontohan kegiatan ekowisata. Belajar dari pengalaman di Kenya, di Costarica pelaksanaan kegiatan ini melibatkan berbagai pihak, yaitu pemerintah, swasta, masyarakat, dan badan lingkungan hidup international. Proyek ini kemudian dinilai berhasil dan menjadi contoh bagi pelaksanaan kegiatan ekowisata di seluruh dunia. Perkembangan ekowisata di dunia secara umum terasa cukup cepat dan mendapat prioritas serta perhatian dari pemerintahan masing-masing negara yang melaksanakannya.
Walaupun dimulai dari belahan benua hitam Afrika, ekowisata berkembang pesat dan berevolusi secara menakjubkan justru di Amerika Latin.
Kapan ekowisata di Indonesia dimulai? Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan, tetapi juga para budayawan, tokoh masyarakat, dan pelaku bisnis pariwisata. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat, dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat.
Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan, mulai dikurangi.
Ekowisata dapat diartikan sebagai kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi, dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan (Nugroho, 2004). Selanjutnya, menurut Hertanto, ekowisata sebagai suatu kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami, dan perjalanannya mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan kebudayaan) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Istilah ekowisata juga dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari tentang alam, sejarah, dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal, dan mendukung pelestarian alam.
Dalam ekowisata, prinsip tanggung jawab dan menghormati alam dan budaya setempat menjadi sangat penting. Wisatawan harus menyesuaikan diri dengan budaya dan situasi setempat, bukan sebaliknya. Wisatawan juga harus menyadari pentingnya pelestarian lingkungan dan menghormati budaya dari kawasan yang dikunjunginya (Mahdayani, 2009).
Sebagai pariwisata berkelanjutan, ekowisata mempunyai tujuan: (1) terciptanya kemandirian ekonomi (daya kompetisi dan kemandirian) dari tempat pariwisata tersebut; (2) terciptanya kesejahteraan masyarakat lokal karena kegiatan pariwisata menyumbangkan keuntungan secara finansial dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat; (3) meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga-tenaga kerja lokal dalam bidang pariwisata; (4) memberikan keamanan, kepuasan, dan pengalaman kepada pengunjung.
Kemudian (5) memberikan kesempatan masyarakat lokal untuk menentukan manajemen dan pembangunan pariwisata di area tersebut; (6) meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal melalui pembangunan akses jalan, pendirian fasilitas kesehatan, dan lain-lain.
Lalu (7) melestarikan kekayaan budidaya lokal karena kegiatan pariwisata tidak boleh membahayakan kelestarian budaya lokal; (8) tidak merusak dan mengubah bentang alam yang sudah ada serta menghindari kerusakan fisik dan visual lingkungan; (9) mendukung usaha konservasi lingkungan alami, habitat, populasi hewan liar dan meminimalisasi kerusakannya; serta (10) menggunakan sumber daya alam secara efisien untuk penyediaan fasilitas tersebut.
Paradigma Ekowisata
Akhir-akhir ini negara berkembang seperti Indonesia mulai berpaling lebih memberdayakan pengembangan wisata alternatif untuk mengantisipasi penurunan kepopuleran pariwisata massal. Pengembangan ini sekaligus merupakan upaya menyelamatkan dan mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan (Save Our Sea). Untuk itu, perlu adanya alternatif pariwisata yang ramah terhadap lingkungan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama penduduk lokal (Iryenal, 2010).
Pariwisata alternatif itu adalah ekowisata. Kenapa Indonesia lebih memilih ekowisata? Karena Indonesia dianugerahi dengan potensi sumber daya alam yang indah; keanekaragaman objek dan daya tarik wisata eksotis yang tersebar mulai dari hamparan pemandangan pantai hingga sawah; seni budaya yang khas dari pesisir hingga pegunungan, serta potensi bahari yang kaya dengan biodiversity.
Baca Juga: Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy
Sektor ekowisata ini menjadi salah satu sektor unggulan yang dapat menjadi penggerak roda perekonomian dalam pengembangan wilayah tersebut. Sektor ekowisata kini merupakan sektor penting dalam upaya penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup potensial. Ekowisata juga telah menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi (Maramis 201).
Untuk itu, kebijakan pembangunan ekowisata harus diarahkan tidak lagi semata-mata mengutamakan manfaat ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan partisipasi aktif penduduk lokal. Dengan kebijakan ini, degradasi lingkungan seperti berkurangnya keragaman hayati yang terjadi sebagai akibat dari pembangunan berbagai sarana akomodasi, transportasi, dan perilaku wisatawan yang kurang ramah terhadap lingkungan, dapat dihindarkan.
Selain itu, pelaku ekowisata yang umumnya didominasi oleh para pengusaha mulai bergeser ke penduduk lokal sehingga mereka tidak lagi hanya sebagai pihak penjual tanah untuk kepentingan pengusaha - yang selama ini menjadi buruh di lahannya sendiri, bahkan hanya sebagai penonton yang terpinggirkan.
Prinsip Pengembangan Ekowisata
Konsep ekowisata harus mengedepankan kegiatan wisata yang bertanggung-jawab dengan menyelaraskan potensi alam dan budaya serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Hal ini akan berdampak pada bertambahnya pendapatan (homestay, kerajinan tangan, diving, snorkeling, trekking, dan kuliner). Keuntungan bagi desa ini akan dikembalikan lagi untuk kegiatan konservasi.
Terdapat lima prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia, yaitu (Mahdayani, 2009): Pertama, pelestarian. Kegiatan yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta budaya setempat. Caranya, dengan menggunakan sumber daya lokal yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, wisatawan juga harus menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam serta budaya daerah.
Kedua, pendidikan. Kegiatan yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan antara lain dengan cara memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan serta hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau dalam kehidupan sehari-hari, atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur, pamflet, buklet, atau papan informasi.
Ketiga, pariwisata. Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Oleh karena itu, produk dan jasa pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar.
Keempat, ekonomi. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan (profit) sehingga dapat terus berkelanjutan. Yang penting dilakukan adalah memberikan pelayanan serta produk wisata terbaik dan berkualitas. Memberikan pelayanan dan produk wisata berkualitas, akan lebih bermanfaat jika pendapatan dari pariwisata tidak hanya untuk kegiatan pelestarian di tingkat lokal tetapi juga membantu pengembangan pengetahuan masyarakat setempat, misalnya pengembangan kemampuan melalui pelatihan akan meningkatkan jenis usaha/atraksi yang disajikan di tingkat desa.
Kelima, partisipasi masyarakat setempat. Partisipasi akan timbul ketika alam/budaya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/budaya itu harus dikelola dan dijaga. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu daerah tujuan wisata. Hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri karena kita memiliki peranan sama dalam melakukan pembangunan di daerah. Partisipasi dalam kegiatan ekowisata akan memberikan manfaat langsung, baik untuk pelestarian alam dan ekonomi.
Manfaat dan Dampak Ekowisata
Banyak manfaat dari kegiatan ekowisata, namun tidak sedikit pula kerugian yang ditimbulkannya. Manfaat yang dapat dirasakan dari kegiatan ekowisata dapat berupa
Baca Juga: Peninggalan Kerajaan Sunda Kendan yang Berpotensi Dijadikan Objek Wisata, Di Mana Ya?
1. Tersedianya kesempatan kerja baru;
2. Berkembangnya usaha-usaha baru;
3. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan wisatawan tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat;
5. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi lokal;
6. Meningkatnya nilai ekonomi sumberdaya ekosistem;
7. Meningkatnya keuntungan langsung dan tidak langsung dari para stakeholders;
8. Meningkatnya penghasilan dan devisa negara;
9. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional;
10. Meningkatnya promosi penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan;
11. Berkurangnya ancaman terhadap kenaekaragaman hayati yang ada di objek wisata.
Terlepas dari dampak positif yang diperoleh, terdapat pula dampak negatif antara lain
1. Pengelolaan ekowisata yang kurang baik dapat melupakan kepentingan ekonomi masyarakat lokal;
2. Potensi ekowisata di beberapa daerah belum terpublikasi dan dikembangkan secara optimal karena kurangnya promosi yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam mempromosikan dan memberdayakan sumber alam yang besar ini;
3. Terlalu lamanya Bali First Policy yang berorientasi pada progresivitas pemasaran dan promosi pariwisata sehingga menyebabkan terabaikannya potensi wisata di luar Bali selama puluhan tahun;
4. Pembangunan infrastruktur pariwisata secara berlebihan justru menyebabkan perlindungan terhadap keunikan kawasan ekowisata menjadi tersisih dikalahkan oleh industri pariwisata massal. Padahal salah satu tujuan ekowisata harus mampu menjabarkan nilai kearifan lingkungan dan sekaligus mengajak orang untuk menghargai apapun, meskipun tampak teramat sederhana.
Beberapa Hal yang Perlu Dicermati
1. Pembangunan ekowisata nasional perlu segera dibenahi secara menyeluruh. Pembangunan ekowisata terutama di daerah pesisir dan laut menghendaki adanya kerja sama dari para pihak atau stakeholders pembangunan di kawasan pesisir dan laut, yaitu pemerintah pusat dan daerah, masyarakat pesisir, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat;
2. Para pihak yang memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan pesisir dan laut harus menyusun perencanaan pengelolaan terpadu yang dapat mengakomodir segenap kepentingan mereka dengan menggunakan model pendekatan dua arah yaitu pendekatan top down dan bottom up;
3. Pembangunan ekowisata di wilayah pesisir perlu adanya keterpaduan pendekatan sebab pengelolaan wilayah pesisisr dan laut memiliki keunikan wilayah dan beragamnya sumber daya yang spesifik antara wilayah yang satu dan lainnya;
4. Bahaya invasi budaya dan investasi asing perlu diwaspadai. Dengan demikian, keterlibatan masyarakat sekitar sebagai pengawas menjadi teramat penting. Hal lain yang harus diperhatikan adalah perkembangan budaya dalam masyarakat asli di sekitar kawasan ekowisata yang berbeda dengan budaya para wisatawan. Disadari atau tidak lambat laun akan terjadi pergeseran budaya yang mungkin dapat melenyapkan budaya asli.
Idealnya dalam suatu kawasan ekowisata timbul suatu keterikatan dan rasa saling menghormati antar-komunitas penduduk asli dengan wisatawan;
5. Program pengembangan ekowisata tidak akan berjalan secara efektif jika tidak ada kerja sama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, segenap pihak yang memiliki keterkaitan erat dengan keberhasilan ekowisata harus dilibatkan, yaitu pemerintah, sebagai penyedia fasilitas dan infrastruktur, dukungan kebijakan, dan untuk pelestarian ekosistem yang ada pada objek wisata, universitas atau perguruan tinggi apa saja yang ada di sekitar atau dekat dengan objek wisata sebagai penyedia narasumber/pelatih peningkatan kapasitas kelompok dan pelestarian ekosistem yang ada pada objek wisata.
Kelompok masyarakat untuk melakukan pengamatan ekosistem pada objek secara bersama dan berkala, event organizer, untuk membantu membangun pasar objek wisata (promosi dll), LSM untuk penyediaan narasumber/pelatih peningkatan kapasitas kelompok.
6. Untuk menjaga keberlanjutan ekowisata yang dapat dikelola dengan optimal yang terpenting bukan hanya menyangkut kelangsungan pertumbuhan kawasan ekowisata saja, tetapi menyangkut kelangsungan para pelaku wisata yang ada dalam kawasan tersebut;
7. Bila sebuah program ekowisata ingin diterapkan di suatu objek atau kawasan wisata maka ada beberapa rekomendasi yang bisa dilaksanakan para pendesain program, yaitu melakukan kajian apakah kegiatan ekowisata memang dibutuhkan di lokasi tersebut dan mengkaji apakah masyarakat secara sadar tertarik terhadap kegiatan ekowisata sebab pelibatan masayarakat secara aktif adalah kunci keberhasilan program;
8. Ekowisata dianggap sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Agar ekowisata tetap berkelanjutan maka perlu kondisi yang memungkinkan masyarakat ikut serta mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan, dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.
Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya;
9. Kegiatan ekowisata saat ini telah menjadi kebutuhan primer. Implementasinya disesuaikan dengan kekuatan ekonomi masing-masing daerah. Pemilihan daerah yang tepat akan berdampak pada meningkatnya jumlah wisatawan. Dengan demikian, sebuah rencana untuk menjadikan suatu kawasan wisata menjadi ekowisata, harus terprogram;
10. Hal-hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah:
a. Jumlah wisatawan dan karakteristiknya dengan berbagai keinginan untuk berwisata;
b. Tipe dari aktivitas ekowisata yang dapat ditawarkan pada sebuah kawasan ekowisata;
c. Struktur masyarakat yang berada pada kawasan ekowisata;
d. Kondisi lingkungan sekitar yang berada pada kawasan ekowisata;
e. Kemampuan masyarakat untuk beradaptasi terhadap perkembangan ekowisata;
f. Dampak ekowisata sehingga diperlukan analisa dampak ekowisata pada setiap objek dan daya tarik ekowisata;
g. Sarana dan prasarana yang diperlukan sebagai faktor pendukung ekowisata;
h. Sarana komunikasi yang diperlukan untuk memperoleh informasi keberadaan objek ekowisata yang ditawarkan dan informasi apakah fasilitas pendukung kegiatan ekowisata tersedia dan memadai.
Akhir kata, agar ekowisata bermanfaat secara berkelanjutan maka harus dikelola dan dijaga kelestarian alam maupun budayanya. Partisipasi masyarakat penting, namun akan lebih baik jika hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri, karena kita memiliki peranan sama dalam melakukan pembangunan di wilayah kita.
Maka tak salah apa yang dikatakan oleh JM Power: jika kita ingin membuat mimpi menjadi kenyataan, hal pertama yang harus kita lakukan adalah bangun. Jadi langkah awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan ekowisata yang sukses dan fenomenal menjadi kenyataan, kita haruslah bangun dan bangkit, berjuang dan memotivasi diri sendiri.
Kemudian memulainya dari diri sendiri, dengan segenap tenaga dan pikiran. Karena apa yang kita pikirkan menentukan apa yang akan terjadi pada kita. Jadi jika ingin mengubah hidup, kita perlu sedikit mengubah pikiran kita (Wayne Dyer).
Dan yang terpenting, mengetahui saja tidak cukup, kita harus menerapkan. Keinginan saja tidak cukup, kita harus melakukan, kata Johann Wolfgang von Goethe. Dengan mengacu pada motivasi ini, langkah untuk mewujudkan ekowisata yang prospektif dan mampu menawarkan masa depan yang lebih sejahtera bukan hal yang mustahil. Bukankah masa depan adalah milik mereka yang menyiapkan hari ini?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: